Page 310 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 310
suatu pertaubatan memang harus terlahir dari kedalaman
hati yang telah benar-benar mengakui bahwa ia adalah sang
pendosa, tak bisa luput darinya, yang secara sengaja maupun
tidak telah melakukannya. Dari sini, maka dalam taubat
unsur kesadaran harus dijadikan pondasi pertama. Bisa
dilihat, dalam syair tersebut betapa seorang Abu Nawas
telah sadar betul akan segala kekurangan, kejahatan dan
keburukan dari segala perangai hidupnya. Dia sadar karena
kondisi diri yang seperti itu, dia tidak pantas sama sekali
untuk mendapatkan Firdaus sebagai balasan baik bagi
orang-orang shalih.
Dia sadar sepenuhnya bahwa banyaknya dosa yang dia
lakukan, banyaknya keburukan yang ia sandang dan
banyaknya kelalaian yang dilakukan tidak menjadikannya
pantas menjadi ahli surga, yang walaupun jika Tuhan dengan
segala kemurahan hati-Nya telah memasukkan dia kedalam
taman harapan abadi tersebut.
Dan kalau kita mau sadar dengan sesungguhnya, tidak
hanya seorang pendosa saja yang tidak pantas saja yang
tidak pantas mendapatkan surga Allah itu, juga kita yang
selama ini menganggap diri sebagai orang baik-baik tidak
pantas mendapatkan tempat tersebut. Apa yang bisa kita
banggakan dari diri kita, amal perbuatan dan keistimewaan
kita sehingga kita yakin betul bahwa kita sangat pantas
untuk menghuni surga? Apakah amal perbuatan kita? Sekali-
kali tidak! Berapa banyak amal perbuatan kita yang itu bisa
dijadikan ongkos masuk surga. Antara amal perbuatan
manusia dengan kenikmatan yang akan diperoleh di dalam
surga sesungguhnya tidak sebanding. Bahkan jika kita
hitung, seandainya seumur hidup kita hanya melakukan
peribadatan tersebut kita ukur dengan berapa banyak
kenikmatan di akhirat kelak.
Bibliosufistik | 297