Page 313 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 313
Abu Nawas, lewat lantunan syairnya itu adlah sebuah
gambaran dari seorang hamba yang sadar akan banyaknya
dosa yang ia miliki. Dosa yang ia pikul dan ia sandang
seumpama bilangan butirran-butiran pasir di lautan, sebuah
perumpamaan hitungan bilangan yang tak mungkin untuk
dihitung dan tak mungkin diketahui jumlah hitungannya.
Berapa banyak butiran pasir di lautan itu jika dihitung?
Entah, tidak tahu. Abu Nawas tidak tahu lagi berapa banyak
dosa yag telah dia tumpuk. Seberat apa dosa yang telah dia
pikul. Seluas apakah dosa yang telah dia hamparkan. Setinggi
apakah dosa yang telah dia junjung. Entah, tidak tahu. Yang
dia tahu hanyalah bahwa dia adalah seorang hamba Allah
yang karena kesombongan dan kelalaiannya telah
melakukan dosa yang begitu banyak. Yang dia tahu hanyalah
dia kini seorang yang hina, datang mengetuk pintu Allah dan
mengharap ampunan dari-Nya. Abu Nawas tahu, bahwa dosa
yang kini dia miliki itu adalh sebuah dosa kepada manusia,
pastilah manusia tersebut tidak akan pernah memaafkan
dosanya itu. Tetapi akankah Allah seperti manusia yang
tidak mau membukakan pintu maafnya kepada seorang
dengan segenap penyesalannya, bersimbah tangis, bersujud
mengharapkan ampunan akan dosa-dosanya itu?
Penyesalan sering kali menjadikan seorang manusia
berlinangan air mata, sebab penyesalan selalu jatuh di
kemudian hari. Dalam penyesalan ada kesadaran. Dan
seperti itulah seorang Abu Nawas yang menyesal telah sadar
bahwa tiap detik yang berlalu dari hidupnya, lambat laun
dan berlahan-lahan namun pasti, secara sedikit demi sedikit
telah menggerogoti usianya. Ibarat sebuah perjalanan
panjang, semakin hari dia tidak semakin jauh dari tempat
tujuan, tetapi semakin hari dia semaki dekat dengan tempat
tujuannya. Kemanakah tempat akhir dari tujuan perjalanan
hidup itu kalau tidak ada kemetian?
300 | Asep Solikin