Page 40 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 40
Pengalaman Sufi
Di masa awal perjalanannya, calon sufi dalam
hubungannya dengan Tuhan dipengaruhi rasa takut atas
dosa-dosa yang dilakukannya. Rasa takut itu kemudian
berubah menjadi rasa waswas apakah tobatnya diterima
Tuhan sehingga ia dapat meneruskan perjalanannya
mendekati Tuhan. Lambat laun ia rasakan bahwa Tuhan
bukanlah zat yang suka murka, tapi zat yang sayang dan
kasih kepada hamba-Nya. Rasa takut hilang dan timbullah
sebagai gantinya rasa cinta kepada Tuhan. Pada stasion ridla,
rasa cinta kepada Tuhan bergelora dalam hatinya. Maka ia
pun sampai ke stasion mahabbah, cinta Ilahi. Sufi
memberikan arti mahabbah sebagai berikut, pertama,
memeluk kepatuhan kepada Tuhan dan membenci sikap
melawan kepada-Nya. Kedua, Menyerahkan seluruh diri
kepada Yang Dikasihi. Ketiga, Mengosongkan hati dari
segala-galanya, kecuali dari Diri Yang Dikasihi.
Mencintai Tuhan tidaklah dilarang dalam Islam, bahkan
dalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang menggambarkan
cinta Tuhan kepada hamba dan cinta hamba kepada Tuhan.
Ayat 54 dari surat al-Maidah, "Allah akan mendatangkan
suatu umat yang dicintai-Nya dan orang yang mencintai-
Nya." Selanjutnya ayat 30 dari surat 'Ali Imran menyebutkan,
"Katakanlah, jika kamu cinta kepada Tuhan, maka turutlah
Aku, dan Allah akan mencintai kamu." Hadits juga
menggambarkan cinta itu, seperti yang berikut,"Senantiasa
hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku melalui ibadat
sehingga Aku cinta kepadanya. Orang yang Ku-cintai, Aku
menjadi pendengaran, penglihatan dan tangannya."
Sufi yang masyhur dalam sejarah tasawuf dengan
pengalaman cinta adalah seorang wanita bernama Rabi'ah
al-'Adawiah (713-801 M) di Basrah. Cintanya yang dalam
Bibliosufistik | 27