Page 49 - Makna Sosial Burung Enggang
P. 49
berdasarkan dari interaksi sosial yang dimiliki individu dengan
individu lainnya. Premis ketiga megaskan bahwaa makna-makna
ini diolah, dan dikebangkan melalui, proses pandangan mengenai
penafsiran individu dan sekelompok individu mengenai suatu hal
yang ditemui (Blumer, 1986).
Interaksionisme simbolik didasarkan pada sejumlah ide
dasar, merujuk dan menggambarkan sifat dari hal-hal berikut:
kelompok manusia atau masyarakat, hubungan sosial, objek,
manusia menjadi aktor, aksi yang dilakukan oleh individu dan
interkoneksi dari garis aksi. Diambil bersama-sama, mewakili
cara di mana interaksionisme simbolis memandang masyarakat
dan perilaku manusia (Blumer, 1988).
Motif batik diciptakan bersama-sama oleh masyarakat sebegai
bentuk interaksi simbolik sebuah suku yang didalamnya juga
terkandung mitos yang membawa nilai-nilai mistis. Levi-Strauss
memandang struktur sebagai model dari pola pikir manusia
dalam memahami dunianya, cerita-cerita mitos adalah tidak
masuk akal, namun bagaimana pun juga mitos muncul kembali
di seluruh dunia. Sebuah ciptaan pikiran yang 'khayalan' di satu
tempat bisa jadilah unik dan tidak akan menemukan mitos yang
sama di tempat yang berbeda (Lévi-Strauss, 2005). Konsekuensi
mentalisasi dari asumsi yang berlaku bahwa semakin akurat
sebuah keyakinan, semakin tinggi kelangsungan cerita bertahan.
Mitos dari budaya tertentu dapat tercermin dalam sebuah
motif batik yang dijadikan fashion oleh masyarakat. Simmel
(Benvenuto, 2000) menjelaskan bahwa fashion (perubahan non-
kumulatif ciri-ciri budaya) barasal dari krisis yang khusus pada
kondisi sosial individu. Di satu sisi, kita masing-masing memiliki
kecenderungan untuk meniru orang lain. Di sisi lain, kita juga
memiliki kecenderungan untuk membedakan diri kita dengan
orang lain. Tidak diragukan lagi, beberapa dari kita cenderung
lebih ke arah peniruan (dan dengan demikian ke konformisme)
36 | Aquarini, Ishomuddin, Vina Salviana DS., M. Fatchurrahman