Page 106 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 106

Ditinjau dari riwayatnya, Ahmad Dahlan mengenyam pendidikan
                   tradisional di Jawa, namun dipengaruhi oleh ajaran modernis selama tiga
                   tahun masa belajarnya di Mekkah. Ia menghabiskan sebagian besar waktunya
                   sebagai guru agama dalam sistem pendidikan dan dalam lingkungan sistem
                   pendidikan baru sebagai akibat dari sistem pemerintahan kolonial Belanda.
                   Sebagai seorang yang telah mengenyam pendidikan tentang keislaman
                   yang mendalam, ia menegaskan bahwa pendidikan sekuler yang tidak
                   mendasarkan pada ajaran Islam, memerlukan sentuhan Islami. Oleh karena
                   itu, ia dan pengikutnya menyusun dan menggunakan bahan pelajaran dengan
                                                                             5
                   menggunakan bahasa Belanda, Melayu dan Jawa sebagai medianya.
                       Perkembangan madrasah reformis-modernis di antara penduduk bumi
                   putera di Jawa tidak akan pernah lepas dari jasa Ahmad Dahlan. Ia adalah
                   putera seorang khatib di Masjid Sultan Yogyakarta, Kiai Haji Abubakar. Ketika
                   pertama kali tinggal di Mekkah (1890-1891), ia memperdalam pengetahuan
                   agamanya di bawah bimbingan seorang guru yang bernama Ahmad Chatib.
                   Sekembalinya dari Mekkah, ia kembali ke Jawa. Ia menciptakan kegaduhan
                   bagi kalangan ummat Islam di Yogyakarta, karena ia mengoreksi arah kiblat
                   di masjid Sultan Yogyakarta.  Desakan pribadi untuk terus mempelajari ilmu
                   tentang islam mendesak hati nuraninya untuk
                   kembali ke Mekkah pada 1903.  Saat itulah, selama tinggal di sana selama
                   dua tahun, ia memperoleh ide-ide reformis Abduh dan memperoleh dominasi
                   jaringan ulama internasional Haramain. Sekembalinya dari Mekkah
                   yang kedua kalinya, ia mendirikan sebuah madrasah percobaan dengan
                   menggunakan bahasa Arab sebagai media pengajarannya bersama dengan
                   memanfaatkan piranti meja dan papan tulis.
                       Banyak organisasi pergerakan pada masa itu yang diikutinya  seperti
                   Budi Oetomo, Jami’at Chair, Sarikat Islam. Hal ini tidak menyurutkan
                   niatnya untuk mendirikan organisasinya sendiri yaitu Muhhamadiyah, yang
                   akhirnya menjadi suatu organisasi Islam modern terbesar di Asia Tenggara.
                   Pada awal berdirinya, organisasi yang didirikannya ini memfokuskan pada
                   5    Charles Kurzman, 2002. Modernis Islam, 1840-1940: A Source Book.  Oxford: Oxford
                       University Press, hlm. 344-346.


               [104]    K.H. Ahmad Dahlan
   101   102   103   104   105   106   107   108   109   110   111