Page 213 - Gemilang Peradaban Islam
P. 213
juga matan hadits itu sejalan dengan amalan penduduk
Madinah.
Guru yang sekaligus menjadi sumber penerimaan
hadits Imam Malik adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Ibnu Syihab
Azzuhri, Abdul Zinad, Hasyim bin Urwa, Yahya bin Said Al-
Ansari, Dan Muhamad bin Munkadir. Gurunya yang lain
adalah Abdurrahman bin Hurmuz, seorang tabiin, ahli
Hadits, fiqih, fatwa dan ilmu berdebat. Adapun murid-
muridnya adalah: Asy-Syaibani, Imam Syafi’i, Yahya bin
Yahya Al-Andalusi, Abdurrahman bin Kasim di Mesir, dan
Asad Al-Furat Al-Tunisi.
Buku karangan Malik bin Anas bernama Al-Muwatha.
Buku ini adalah buku Hadits dan sekaligus buku fiqih karena
berisi Hadits-Hadits yang disusun sesuai dengan bidang-
bidang yang terdapat dalam buku fiqih. Dikatakan bahwa
Hadits-Hadits yang terdapat dalam Al-Muwatha ini tidak
seluruhya musnad (Hadits yang bersambung sanadnya)
karena disamping Hadits di dalamnya terdapat pula fatwa
para sahabat dan tabiin. Kitab Al-Muwatha ini mulai ditulis
oleh Malik bin Anas pasca khalifah Al-Mansyur (137-159
H/754-775 M) dan selesai penulisannya pada masa khalifah
Al-Mahdi. Khalifah Harun Al-Rasyidi berusaha menjadikan
kitab ini sebagai kitab hukum yang berlaku untuk umum
pada masanya, tetapi Malik bin Anas tidak menyetujuinya.
Imam Malik tidak mau ikut campur dalam hal politik,
ketika ia diminta memberi fatwa tentang baiat yang
diberikan secara paksa, ia menyatakan bahwa baiat itu tidak
sah. Baiat yang dimaksud adalah baiat Abasiyah, Al-Mansur,
yang menurut kelompok Syiah dipaksakan kepada umat.
Bagi kelompok Syiah, fatwa Malik bin Anas menjadi
204 | Asep Solikin