Page 217 - Gemilang Peradaban Islam
P. 217

Setelah  Imam  Syafi’i berusia  dua  tahun, ibunya  membawa
            pulang ke kampung halamannya.  Disinilah ia tumbuh dan
            dibesarkan.

                 Pendidikan Imam Syafi’i
                 Pendidikan  Imam  Syafi’i  dimulai  dengan  belajar
            membaca Al-Qur’an. Sejak usia dini ia telah memperlihatkan
            kecerdasan  dan  daya  hafal  yang  luar  biasa.  Setelah  dapat
            menghafal Al-Qur’an dengan baik pada usia 9 tahun. Lalu ia
            berangkat ke dusun badui, Banu Hudail, untuk mempelajari
            bahasa Arab yang asli dan pasih. Di sana, selama bertahun-
            tahun  Imam  Syafi’i  mendalami  bahasa,  kesusastraan,  dan
            adat  istiadat  Arab  yang  asli.  Berkat  ketekunan  dan
            kesungguhannya  ia  kemudian  dikenal  sangat  ahli  dalam
            membuat syair, serta mendalami adat istiadat yang asli.
                 Imam Syafi’i kembali ke Mekah dan belajar ilmu fiqih
            pada Imam Muslim bin Khalid Azzanni, seorang ulama besar
            dan  mufti  di  kota  Mekah,  sampai  memperoleh  izajah  dan
            berhak mengajar dan memberikan fatwa. Selain itu, Imam
            Syafi’i juga mempelajari berbagai cabang ilmu agama lainya
            seperti ilmu Hadits dan ilmu Al-Qur’an. Untuk ilmu Hadits, ia
            berguru  pada  ulama  Hadits  terkenal  di  zaman  itu,  Imam
            Sufyan bin Uyainah, sedangkan untuk ilmu Al-Qur’an pada
            ulama besar Imam Ismail bin Qastantin.

                 Di samping cerdas, Imam Syafi’i sanagt tekun dan tidak
            kenal  lelah  dalam  belajar.  Pada  usia  10  tahun  ia  sudah
            membaca  seluruh  isi  kitab  Al-Muwatha  karangan  Imam
            Malik dan pada usia ke 15 tahun telah menduduki kursi mufti
            di Mekah. Selama menuntut ilmu, Imam Syafi’i hidup serba
            kekurangan  dan  penuh  penderitaan.  Diriwayatkan  bahwa
            karena  kemiskinan  dan  ketidakmampuannya  ia  terpaksa
            mengumpulkan bekas-bekas kertas dari kantor pemerintah

            208 | Asep Solikin
   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221   222