Page 222 - Gemilang Peradaban Islam
P. 222
Karena sangat megutamakan sunnah, Imam Syafi’i
menjadi sangat berhati-hati dalam menggunakan qiyas.
Menurutnya, qiyas hanya dapat digunakan dalam keadaaan
terpaksa, yaitu dalam masalah muamalah yang tidak
didapati nashnya di dalam Al- Qur’an atau Hadits, atau tidak
dijumpai ijma’ pada sahabat. Qiyas sama sekali tidak
dibenarkan dalam ibadah, karena untuk segala sesuatu yang
menyang-kut ibadah sudah tertera nashnya dalam Al-Qur’an
dan sunnah Nabi.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah ada 2 macam
yaitu: yang terpuji dan yang sesat. Dikatakan terpuji jika
bid’ah itu selaras dengan prinsip-prinsip sunnah.dan sesat
apabila bertentangan dengan sunnah. Mengenai taqlid,
Imam Syafi’i selalu memberikan perhatian kepada muridnya
agar tidak menerima begitu saja pendapat-pendapat dan
hasil ijtihad. Ia tidak senang melihat murid-muridnya
bertaqlid buta kepada perkataan-perkataannya. Sebaliknya
ia menyuruh muridnya untuk bersikap kritis dan bersikap
hati-hati dalam menerima pendapat.
Dasar-dasar Mazdhab Syafi’i
Dalam mengistimbatkan suatu hukum, ia dalam
bukunya Arrisalah menjelaskan bahwa ia memakai 5 dasar:
1. Al-Qur’an
2. Sunnah
3. Ijma’
4. Qiyas
5. Istidlal (penalaran)
Kelima dasar inilah yang kemudian dikenal sebagai
dasar-dasar madzhab Imam Syafi’i.
Gemilang Peradaban Islam | 213