Page 218 - Gemilang Peradaban Islam
P. 218
atau tulang-tulang sebagai alat untuk mencatat
pelajarannya.
Setelah menghafal isi kitab Al-Muwatha, Imam Syafi’i
sangat berhasrat untuk menemui pengarangnya, Imam
Malik, sekaligus memperdalam ilmu fiqih yang amat
diminatinya. Lalu dengan meminta izin gurunya di Mekah,
Imam Syafi’i berangkat ke Madinah, tempat Imam Malik.
Diceritakan bahwa dalam perjalanan antara Mekah dan
Madinah yang ditempuh selama 8 hari Imam Syafi’i sempat
menghatamkan Al-Qur’an sebanyak 16 kali. Setibanya di
Madinah, ia lalu shalat di Masjid Nabawi, menziarahi maqam
Nabi, baru kemudian menemui Imam Malik. Ia sangat
dikasihi oleh gurunya itu dan kepadanya ia diserahi tugas
untuk mendiktekan isi Kitab Al-Muwatha kepada murid-
murid Imam Malik.
Imam Syafi’i adalah profil ulama yang tidak pernah puas
dalam menuntut ilmu. Semakin banyak ilmu yang ia tuntut
semakin banyak ilmu yang tidak ia ketahui. Ia kemudian
meniggalkan Madinah menuju Iraq untuk berguru pada
ulama besar di sana, antara lain Imam Abu Yusuf dan
Muhammad bin Hasan. Keduanya adalah sahabat Imam Abu
Hanifah. Dari kedua Imam itu Imam Syafi’i memperoleh
pengetahuan yang lebih luas mengenai cara-cara hakim
memfatwa, cara menjatuhkan hukuman, serta berbagai
metode yang diterapkan oleh para mufti di sana yang tidak
pernah dilihatnya di Hedzaz.
Setelah 2 tahun di Iraq, Imam Syafi’i melanjutkan
perjalannya ke Persia, lalu ke Hirrah, Palestina, dan Ramalah,
suatu kota dekat Bait Al-Maqdis, dengan satu tujuan yaitu
menuntut ilmu pada ulama-ulama terkemuka dan mencari
pengalaman. Dari Ramallah ia kembali ke Madinah dan
Gemilang Peradaban Islam | 209