Page 264 - Gemilang Peradaban Islam
P. 264
Oleh karena itu seorang sufi dalam menghadapi
kemiskinan begitu mencintai seperti cintanya terhadap
kemuliaan. Mereka berkata: “Orang yang menginginkan
kemiskinan untuk kemuliannya, ia mati dalam keadaan
fakir. Barang siapa yang ingin miskin agar tidak
disibukkan kecuali selain Allah akan mati dalam
keadaannya. Karena pada hakekatnya kemiskinan
adalah si hamba tidakmerasa puas selain Allah”.
5. Sabar
Ketika seorang berada keadaan kemiskinan, atau
fakir, maka pada tahap selanjutnya seorang sufi
dituntut untuk berlaku sabar. Sikap sabar inilah yang
menentukan kualitas dari kefakiran yang ia jalani. Dan
dari sikap sabar ini pula maka perbuatan tobatnya,
wara’, zuhud, dan kemiskinannya akan ternilai dengan
kesabaran yang ia miliki. Semakin tinggi tingkat
kesabarannya maka semakin bermutulah kualitas
tingkatan yang ia lewatinya. Sebab dalam kesabaran itu
terdapat pertolonganan Allah bagi hamba-hambanya
yang benar dalam menjalani sikap itu.
Adapun sabar yang dimaksud adalah sabar terhadap
apa yang diupayakan dan sabar terhadap apa yang
tanpa diupayakan. Mengenai sabar dengan upaya
terbagi dua, sabar dalam menjalankan perintah Allah
dan sabar dalam menjauhi larangannya. Adapun sabar
terhadap hal-hal yang tidak melalui upaya dari si hamba
maka kesabarannya adalah dalam menjalani ketaatan
Allah yang menimbulkan kesukarannya.
Kesukaran yang dimaksud adalah bersikap rela
dalam merasakan semua penderitaan. Ini berarti sabar
untuk menjauhi pelanggaran dan tetap bersikap rela
Gemilang Peradaban Islam | 255