Page 259 - Catatan Peradaban Islam
P. 259
Tuhan adalah transendental dan bukan imanen. Tuhan
berada di luar dan bukan di dalam alam. Alam hanya
merupakan penampakan diri atau tajalli dari Tuhan.
Ajaran wahdat al-wujud dengan tajalli Tuhan ini
selanjutnya membawa pada ajaran al-Insan al-Kamil yang
dikembangkan terutama oleh Abd al-Karim al-Jilli (1366-
1428). Dalam pengalaman al-Jilli, tajalli atau penampakan
diri Tuhan mengambil tiga tahap tanazul (turun), ahadiah,
Huwiah dan Aniyah.
Pada tahap ahadiah, Tuhan dalam keabsolutannya baru
keluar dari al-'ama, kabut kegelapan, tanpa nama dan sifat.
Pada tahap hawiah nama dan sifat Tuhan telah muncul,
tetapi masih dalam bentuk potensial. Pada tahap aniah,
Tuhan menampakkan diri dengan nama-nama dan sifat-
sifat-Nya pada makhluk-Nya. Di antara semua makhluk-Nya,
pada diri manusia Ia menampakkan diri-Nya dengan segala
sifat-Nya. Sungguhpun manusia merupakan tajalli atau
penampakan diri Tuhan yang paling sempurna diantara
semua makhluk-Nya, tajalli-Nya tidak sama pada semua
manusia. Tajalli Tuhan yang sempurna terdapat dalam Insan
Kamil. Untuk mencapai tingkat Insan Kamil, sufi mesti
mengadakan taraqqi (pendakian) melalui tiga tingkatan:
bidayah, tawassut dan khitam.
Pada tingkat bidayah, sufi disinari oleh nama-nama
Tuhan, dengan kata lain, pada sufi yang demikian, Tuhan
menampakkan diri dalam nama-nama-Nya, seperti
Pengasih, Penyayang dan sebagainya (tajalli fi al-asma). Pada
tingkat tawassut, sufi disinari oleh sifat-sifat Tuhan, seperti
hayat, ilmu, qudrat dll. Dan Tuhan ber-tajalli pada sufi
demikian dengan sifat-sifat-Nya. Pada tingkat khitam, sufi
disinari dzat Tuhan yang dengan demikian sufi tersebut ber-
252 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman