Page 257 - Catatan Peradaban Islam
P. 257

"Aku adalah rahasia Yang Maha Benar,

                 Yang Maha Benar bukanlah Aku,
                 Aku hanya satu dari yang benar,
                 Maka bedakanlah antara kami."

                 Syatahat atau kata-kata teofani sufi seperti itu membuat
            kaum syari'at menuduh sufi telah menyeleweng dari ajaran
            Islam dan menganggap tasawuf bertentangan dengan Islam.
            Kaum syari'at yang banyak terikat kepada formalitas ibadat,
            tidak  menangkap  pengalaman  sufi  yang  mementingkan
            hakekat dan tujuan ibadat, yaitu mendekatkan diri sedekat
            mungkin kepada Tuhan.

                 Dalam  sejarah  Islam  memang  terkenal  adanya
            pertentangan keras antara kaum syari'at dan kaum hakekat,
            gelar  yang  diberikan  kepada  kaum  sufi.  Pertentangan  ini
            mereda  setelah  al-Ghazali  datang  dengan  pengalamannya
            bahwa  jalan  sufilah  yang  dapat  membawa  orang  kepada
            kebenaran  yang  menyakinkan.  Al-Ghazali  menghalalkan
            tasawuf  sampai  tingkat  ma'rifah,  sungguhpun  ia  tidak
            mengharamkan  tingkat  fana',  baqa,  dan  ittihad.  Ia  tidak
            mengkafirkan Abu Yazid dan al-Hallaj, tapi mengkafirkan al-
            Farabi dan Ibn Sina.
                 Kalau filsafat, setelah kritik al-Ghazali dalam bukunya
            Tahafut al-Falasifah, tidak berkembang lagi di dunia Islam
            Sunni, tasawuf sebaliknya  banyak  diamalkan, bahkan  oleh
            syariat  sendiri.  Dalam  perkembangan  selanjutnya,  setelah
            pengalaman persatuan manusia dengan Tuhan yang dibawa
            al-Bustami dalam ittihad dan al-Hallaj dalam hulul, Muhy al-
            Din  Ibn  'Arabi  (1165-1240)  membawa  ajaran  kesatuan
            wujud makhluk dengan Tuhan dalam wahdat al-wujud.



            250 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman
   252   253   254   255   256   257   258   259   260   261   262