Page 254 - Catatan Peradaban Islam
P. 254
menjawab, "Akulah Yang Satu." Ia berkata lagi, "Engkau
adalah Engkau." Aku menjawab: "Aku adalah Aku."
Yang penting diperhatikan dalam ungkapan diatas
adalah kata-kata Abu Yazid "Aku menjawab melalui diriNya"
(Fa qultu bihi). Kata-kata bihi -melalui diri-Nya-
menggambarkan bersatunya Abu Yazid dengan Tuhan,
rohnya telah melebur dalam diri Tuhan. Ia tidak ada lagi,
yang ada hanyalah Tuhan. Maka yang mengatakan "Hai Aku
Yang Satu" bukan Abu Yazid, tetapi Tuhan melalui Abu Yazid.
Dalam arti serupa inilah harus diartikan kata-kata yang
diucapkan lidah sufi ketika berada dalam ittihad yaitu kata-
kata yang pada lahirnya mengandung pengakuan sufi seolah-
olah ia adalah Tuhan. Abu Yazid, seusai sembahyang subuh,
mengeluarkan kata-kata, "Maha Suci Aku, Maha Suci Aku,
Maha Besar Aku, Aku adalah Allah. Tiada Allah selain Aku,
maka sembahlah Aku."
Dalam istilah sufi, kata-kata tersebut memang
diucapkan lidah Abu Yazid, tetapi itu tidak berarti bahwa ia
mengakui dirinya Tuhan. Mengakui dirinya Tuhan adalah
dosa terbesar, dan sebagaimana dilihat pada permulaan
makalah ini, agar dapat dekat kepada Tuhan, sufi haruslah
bersih bukan dari dosa saja, tetapi juga dari syubhat. Maka
dosa terbesar tersebut diatas akan membuat Abu Yazid jauh
dari Tuhan dan tak dapat bersatu dengan Dia. Maka dalam
pengertian sufi, kata-kata diatas betul keluar dari mulut Abu
Yazid. Dengan kata lain, Tuhanlah yang mengaku diri-Nya
Allah melalui lidah Abu Yazid. Karena itu dia pun
mengatakan, "Pergilah, tidak ada di rumah ini selain Allah
Yang Maha Kuasa. Di dalam jubah ini tidak ada selain Allah."
Yang mengucapkan kata-kata itu memang lidah Abu
Yazid, tetapi itu tidak mengandung pengakuan Abu Yazid
Catatan Peradaban Islam | 247