Page 249 - Catatan Peradaban Islam
P. 249
dikatakan bahwa ma'rifah datang ketika cinta sufi dari
bawah dibalas Tuhan dari atas.
Dalam hubungan dengan Tuhan, sufi memakai alat
bukan akal yang berpusat di kepala, tapi qalb atau kalbu
(jantung) yang berpusat di dada. Kalbu mempunyai tiga
daya, pertama, daya untuk-mengetahui sifat-sifat Tuhan
yang disebut qalb. Kedua, daya untuk mencintai Tuhan yang
disebut ruh. Ketiga daya untuk melihat Tuhan yang disebut
sirr.
Sirr adalah daya terpeka dari kalbu dan daya ini keluar
setelah sufi berhasil menyucikan jiwanya sesuci-sucinya.
Dalam bahasa sufi, jiwa tak ubahnya sebagai kaca, yang kalau
senantiasa dibersihkan dan digosok akan mempunyai daya
tangkap yang besar. Demikian juga jiwa, makin lama ia
disucikan dengan ibadat yang banyak, makin suci ia dan
makin besar daya tangkapnya, sehingga akhirnya dapat
menangkap daya cemerlang yang dipancarkan Tuhan. Ketika
itu sufi pun bergemilang dalam cahaya Tuhan dan dapat
melihat rahasia-rahasia Tuhan. Karena itu al-Ghazali
mengartikan ma'rifat, "Melihat rahasia-rahasia Tuhan dan
mengetahui peraturan-peraturan Tuhan tentang segala yang
ada."
Kata ma'rifat memang mengandung arti pengetahuan.
Maka, ma'rifat dalam tasawuf berarti pengetahuan yang
diperoleh langsung dari Tuhan melalui kalbu. Pengetahuan
ini disebut ilm ladunni. Ma'rifah berbeda dengan 'ilm. 'Ilm ini
diperoleh melalui akal. Dalam pendapat al-Ghazali,
pengetahuan yang diperoleh melalui kalbu, yaitu ma'rifah,
lebih benar dari pengetahuan yang diperoleh melalui akal,
yaitu 'ilm. Sebelum menempuh jalan tasawuf al-Ghazali
diserang penyakit syak. Tapi, menurut al-Ghazali, setelah
242 | Asep Solikin dan M. Fatchurahman