Page 119 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 119
Tuhan”. Mantikei menceriterakan bagaimana dia bertemu dengan
putra Nyai Balau.
Mulai dari dirinya pulang berkarungut, dan melihat di ujung jalan
menuju hutan empat orang menggandeng anak kecil. Perasaannya
tidak enak, akhirnya dia menguntit dan membuntuti mereka hingga
di gubuk tempat putra Nyai Balau disekap. Dari Sore hingga malam
hari menunggu dari kejauhan, karena tidak berani mendekat.
Hingga dia pun sempat setengah ketiduran dan terbangun
mendengar teriakan putra Nyai Balau, dengan sepontan langsung
mendekati gubuk tersebut. Dia lupa akan rasa takutnya. Dia lupa
tentang orang-orang yang membawa putra Nyai Balau.
“Bersyukur, di dalam sudah tidak ada orang-orang, hanya putra
Nyai yang kaki tangannya terikat.” Putra Nyai Balau teriak
karena ada ular berbisa mendekati.
Beruntung ada mandau (golok) orang-orang yang tertinggal atau
sengaja ditinggal. Mantikei nekat memukul membacok ular tersebut
tepat di kepala. Dan cepet-cepat melepas ikatan dari tangan dan kaki
putra Nyai Balau. Kemudian, langsung mengajak Hanyi pergi karena
takut kepergok orang-orang penyekap.
Nyai Balau menuju rumah datuk Mantikei, membawa putranya
pulang, dan mengajak Mantikei serta datuknya turut serta. Nyai
Balau khawatir jika tidak seperti itu akan ada yang melukai datuk
Mantikei yang sudah tua itu karena telah menolong putranya.
Kepulangan Nyai Balau dan putranya disambut penuh haru dan
berbahagia. Suka cita dirasakan juga rakyat sekitarnya. Bentuk rasa
syukur, keluarga Nyai Balau, mengundang tetangga dan masyarakat
sekitar. Saat acara syukuran tersebut Mantikei melantunkan syair
indah karungutnya yang membuat decak kagum yang hadir pada
108 | CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah