Page 79 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 79
Agau sedikit kaget dengan perkataan kakaknya.
“Lho? Apa yang kaupikirkan, Kak? Bukankah kita dan semua
penduduk kampung ini senang dengan ikan-ikan yang berlimpah
pada setiap musim kemarau. Kita semua bukan hanya bisa
menikmatinya, tetapi juga dapat menjualnya atau ditukarkan
dengan berbagai bahan atau barang lain di pasar atau kampung
lain?”
“Bukan itu masalahnya. Itu jelas bukan masalah.”
“Lalu, apa masalah yang mengganggu pikiranmu?”
“Ada orang yang mulai menangkap ikan dengan tuba atau
racun. Ini yang mengganggu pikiranku. Aku khawatir jika ini
terus berlangsung dan ditiru oleh penduduk, pasti lambat laun
ikan-ikan di daerah ini akan punah atau paling tidak jauh
berkurang. Ini disebabkan ikan yang mati kena racun bukan
hanya ikan-ikan yang masih kecil, tetapi juga telur-telur ikan.”
“Benar, Kak. Memang kulihat ada orang dari daerah lain yang
ikut menangkap ikan dengan menabur racun ikan di rawa-rawa.
Mereka memang dengan mudah mendapatkan ikan dalam
jumlah besar. Sayang sekali dengan cara yang tidak bijak dan
mencemari lingkungan.”
“Itulah masalahnya. Hal yang sangat kita sayangkan juga ada
sebagian penduduk yang tampaknya ikut tertarik menangkap
ikan dengan cara seperti itu. Mereka ingin mendapatkan ikan
dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat untuk
memperoleh keuntungan yang berlipat meskipun hanya sesaat.”
Menteng dan Agau termenung sesaat. Mereka memandang
indahnya kehijauan Kampung Bukit Rawi yang masih alami. Pikiran
mereka berputar untuk menjaga kelestarian kampung yang kini mulai
terusik.
68 | CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah