Page 81 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 81
“Apa kiranya maksud kalian dengan keganjilan di kampung kita.
Apakah ada yang tidak wajar. Bukankah semua berlangsung
mengalir tenang layaknya aliran anak Sungai Kahayan yang
mengalir tenang sepanjang tahun dari dahulu hingga sekarang?”
tanya Kepala Kampung sambil tersenyum menatap ke arah
Menteng dan Agau bergantian.
Menteng dan Agau saling bertukar pandang. Mereka seperti
saling meminta saudaranya untuk lebih dulu memberikan penjelasan
duduk persoalan yang dianggap sebagai sebuah masalah.
“Begini, Bapak Kepala Kampung yang terhormat. Mohon maaf
bila hal yang kami sampaikan ini kurang berkenan di hati dan
pikiran Bapak,” tutur Menteng penuh santun dan kehati-hatian.
“Ya, katakan saja terus terang. Aku sebagai Kepala Kampung
siap mendengarkan persoalan yang dituturkan warga, termasuk
kalian berdua!”
“Baiklah, Pak. Begini persoalannya. Pada musim kemarau ini kita
dalam kegembiraan menangkap ikan-ikan di rawa-rawa dan
anak sungai sebagai kebiasaan turun-temurun. Kita biasa
menangkapnya dengan tangan langsung atau dengan alat-alat
penangkap ikan tradisional.”
“Ya, itu kita semua sudah tahu. Lalu persoalannya apa?
Segeralah katakan sejelas-jelasnya,” sela Kepala Kampung
seperti mulai tak sabar.
Menteng dan Agau Kembali saling pandang seperti saling
meminta agar saudaranya yang segera mengemukakan masalahnya.
Rupanya mereka menjadi ragu dan kurang percaya diri ketika
berhadapan langsung dengan sosok Kepala Kampung yang
berwibawa itu. Namun, akhirnya Menteng membetulkan letak
70 | CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah