Page 92 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 92
mauah, mawatek, mahudi, mahundrai amun ulun wahai kaiyuh ngapi
ngaun parei maka here mambagi anri miwit makan aku saban ta’un”,
katanya. Artinya, ia akan menggaibkan dirinya ke langit dan diam
diawan menjadi junjungan yang memelihara dan mengatur awan,
angin, guntur, petir, halilintar, bintang dan bulan, serta akan
membantu manusia dalam musim dan masa bercocok tanam serta
membantu membentuk hujan agar manusia dapat berhasil dan
mendapatkan hasil yang berlimpah ruah sehingga manusia akan
membagikan kepadanya dengan memberikan makan padanya setiap
tahunnya. Karena pilihannya itu maka Ia mendapat julukan “Dewa
Petir”
Berikutnya sang Ayah kembali bertanya kepada anaknya yang
keempat Dadar Hiang, “Bagaimana denganmu Dadar Hiang?” Dadar
Hiang memutuskan, “Aku akan menggaibkan diriku tulak ma gunung
iwei wundrung, watu inunyak mayang aku menggaduh kawan
pahiangan ulun matuh ulun jaya, amun ulun nawut wusi weah muwar
wungen ta’un bahajat antara akau akan ngampinau ilau jayang katuh,
minyak jayang rana, bu ulun jaya ulun matuh bu nampihik sajian
galaran nyipulun aku”. Artinya, Ia akan menggaibkan dirinya pergi ke
tempat penghanturan doa, harapan dan keinginan manusia dalam
bernazar, melewati orang-orang sakti atau jaya, ia berjanji
menurunkan minyak untuk memenuhi setiap janji atau nazar
manusia, sehingga orang-orang sakti atau jaya yang melaksanakan
ritual akan membagi sesajen yang disiapkan kepadanya dengan
memercik atau dalam bahasa ritual dikenal dengan sebutan “Upa
pala Tungken Lalu”. Karena pilihannya itu Ia dijuluki sebagai “Dewa
Pemberi Berkah”
Kini giliran anak yang kelima. Sang ibu bertanya kepada Patis
Enyet, “Apa keputusanmu Patis Enyet?” “Aku akan menggaibkan
diriku pergi ke gunung Manrue, watu kakurungan jaya, jadi nayu
CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah | 81