Page 94 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 94
“Ngariau/Miwit Kariau Jumpun” baru mendapatkan marga satwa.
Karena keputusannya ini Gumantar Wawei dijuluki sebagai “Dewa
Penjaga Hutan”.
Sang ibu bertanya kepada Tamanang Jali anaknya ketujuh.
“Bagaimana pendapatmu Tamanang Jali, apakah engkau akan
mengikuti ibu?. Tamanang Jali menjawab, “Aku akan menggaibkan
diriku pergi ke lubuk datun tikui putut kupang sanen agung beliau
menjadi dewata sanranum riau mulau, maka setiap manusia sah
kaiyuh anak/gena here harus nganrus anak here matapian iwara ma
aku anri natap sajian galaran muwur walenun baya anteluy erang
kadiki mak makan/miwit aku”. Artinya, ia menggaibkan diri ke dalam
sungai, kali, danau, menjadi dewata air dan manusia memperoleh
anak atau bayi harus memandikan anaknya ke tepi sungai sebagai
bentuk pemberitahuan kepadanya dengan menyiapkan sesajen,
menabur abu, dan telur satu biji untuk memberikan makannya.
Karena keputusannya itu Ia dijuluki sebagai “Dewa air”.
Berikutnya sang Ayah bertanya kepada anak yang kedelapan
Nini Punyut/Etuh Bariungan, “Bagaimana pendapatmu Nini Punyut?”
Nini Punyut memutuskan, “aku tidak akan menggaibkan diriku, aku
akan tetap menjadi manusia dan pergi tinggal di “burit lewuan lusun,
huluk hulai minang minuh, burit lewuan panan huluk hulai napa iwa
hang riet taluk nansarunai, taliku tane ngamang talam aku tetap jari
munta murunsi tamiundring mulan gawai”. Karena hanya Nini Punyut
yang menjadi manusia maka ayah dan ibunya menitahkan nguruk
ngajar (menuntun) beberapa aturan-aturan kehidupan yang harus
dijalani, serta ia tidak mendapatkan gelar atau julukan karena
dianggap sebagai manusia biasa.
Kini giliran anaknya yang setengah. Sang ibu bertanya kepada
Itak Arunawai, “Bagaimana anakku, apa yang kau putuskan?” Itak
Arunawai memutuskan, “aku akan tinggal digunung pahelangan, watu
CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah | 83