Page 96 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 96
Seketika itu Tuhan memanggil Lalung Walu/Punei Laki dan
diutus ke bumi untuk memeriksa keadaan. Kata Tuhan, “Lalung
Walu, pergilah engkau ke bumi, periksa apa yang menyebabkan bau
busuk ini sampai kemari?” Maka berangkatlah Lalung Walu/Punei
Laki dan sampailah ia di tumpuk/kampung Lili Kumeah untuk
mempelajari keadaan, serta kembali setelah melakukan
penyelidikan-nya dan melaporkan pada Tuhan. Hasil
penyelidikannya telah terjadi kerusuhan “Ipatey Iwunu” antara
manusia di tumpuk/kampung Lili Kumeah karena kehidupan yang
bebas, tidak ada tatanan aturan yang mengatur.
Setelah itu Tuhan pun mengutus Lalung Walu/Punei Laki untuk
kembali lagi dengan membawa “Tokal Banang Rawai Wali” beserta
“pangkan wini parei dite, beserta parei lungkung” (bongkahan bening
dan bibit padi ketan, serta padi biasa).
Bersabdalah Tuhan melewati Lalung Walu, “Barang siapa dapat
membuka Tokal Banang Rawai Wali, maka orang itulah yang dapat
mengatur kehidupan manusia di tumpuk/kampung Lili Kumeah,
sehingga ia akan dapat mengatur tatanan kehidupan mereka semua”.
Namun sebelum Lalung Walu/Punei Laki menjatuhkan tokal banang
rawai wali, ia harus mencari sebuah pohon kakau taniah abun
banyana, tungkup mena jaru nenung (pohon aren). Jatuhkan dahulu
tandan aren itu untuk mengejutkan marga satwa, agar marga satwa
itu pergi jauh ke hutan, dan supaya ia tidak lagi hidup bersama-sama
dengan manusia. Selanjutnya mereka diminta untuk menyampaikan
Santaru atau nyanyian “esi uli ina wasi sintak uyat bagugamat, hie tau
ngugah tukal banang rawai wali yeru jari samperai hukum janng dadai
adat”.
Seketika itu Tuhan memisahkan manusia dan marga satwa.
Sesuai titah Tuhan, maka Lalung Walu/Punei Laki berangkat menuju
tumpuk/kampung Lili Kumeah. Sesampai disana ia mencari pohon
CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah | 85