Page 95 - CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
P. 95

pahalatan, aku jari pa’antahan, patenungan mun ulun itunti ma aku,
               bu  mitah  nawut  wusi  weah,  muwar  wungen  ta’un  iru  jatahku  here
               miwit  makan  aku”.  Yang  artinya,  ia  akan  tinggal  diantara  batas
               manusia dan alam gaib sebagai penghubung manusia sakti atau jaya
               dengan  manusia  dengan  cara  menabur  beras  maka  itulah  sebagai
               wujud  memberikan  makannya.  Maka  Ia  dijuluki  sebagai  “Dewa
               Penjaga Batas Alam Gaib”.
                   Setelah anak-anaknya selesai mengungkapkan keputusannya itu,
               secara gaib mereka masing-masing pergi menghilang sesuai tempat
               yang  mereka  kehendaki.  Sedangkan  Nini  Punyut  tetap  tinggal  di
               Tumpuk/kampung Lili Kumeah menuju ke Burit Lewuan Lusun Huli

               Hulai  Minang  Minuh  (Taluk  Nansarunai)  tinggal  disebuah  pohon
               besar (Nunuk Waringin). Di sanalah Nini Punyut memutuskan untuk
               tinggal.
                   Setelah  Ungkup  Batu  dan  Sawalang  Gantung  dan  beberapa
               anaknya  menghilang,  belum  ada  tatanan  yang  mengatur  tentang
               kehidupan  dan  kematian.  Orang-orang  yang  berkumpul  semakin
               banyak  dan  tinggal  tanpa  ikatan  perkawinan.  Mereka  belum
               mengenal istilah “idapa ibela, nganak ngampang ngading siwuntung,
               ngalat  ngerut,  dan  sebagainya”  (mereka  belum  mengenal  istilah
               berselingkuh,  anak  haram  perkawinan  adik  kakak,  mencuri,  dan
               sebagainya).  Sehingga  ketika  terjadi  perkelahian  dan  pembunuhan
               “Ulun Iwunu Ipatey” mayat-mayat membusuk berserakan di mana-
               mana.  Mereka  belum  mengenal  tatanan  aturan  yang  mengatur
               tentang kematian yang seperti saat ini, ketika orang meninggal harus
               dikubur.  Sehingga  tumpuk/kampung  Lili  Kumeah  diselimuti  “laing
               riha”, bau busuk yang sangat menyengat sampai di bumi dan “Langit

               Kumar  Suei”  (langit  lapis  ke  sembilan),  serta  “Rakun  Kampatwalu”
               (Awan Lapis Delapan).





               84 | CERITAKU; Cerita Rakyat Kalimantan Tengah
   90   91   92   93   94   95   96   97   98   99   100