Page 58 - Huma Betang Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Kalimantan Tengah
P. 58
ketaatan yang seolah-olah otomatis terhadap adat, dan kalau
ada pelanggaran, maka secara otomatis pula akan timbul
reaksi mesyarakat untuk menghukum pelanggar itu
(Radclifle & Brown, dalam Koentjaraningrat, 1990:97).
Dengan demikkian, hukum adat itu akan langsung mengikat
anggota masyarakatnya, dan mereka tidak akan lepas dari
nilai-nilai atau peraturan yang telah disepakati bersama.
Contoh peraturan yang mengikat anggota masyarakat
untuk terus melaksanakan adat atau budaya bisa kita jumpai
dari beberapa suku bangsa kita seperti suku Nias. Pada suku
Nias, terdapat peraturan yang disebut dengan fondrako
(Koentjaraningrat, 1998:112), peraturan ini dibuat dengan
disertai kutukan lekas mati bagi anggota kelompok
masyarakat itu yang berani melanggar. Hukum adat ini
ditetapkan dalam suatu sidang tertentu. Peraturan yang
demikian keras ini akan menjadi semacam hukuman atau
punishment bagi mereka yang melanggar.
Dalam masyarakat Jawa juga terlihat peraturan-
peraturan yang mengikat dan masih sering dilaksanakan.
Walaupun tidak terlalu keras, tetapi masyarakat Jawa
mengikutinya dengan penuh kesadaran. Masyarakat Jawa
dikenal dengan perasaan yang sangat halus, dengan
demikian, ungkapan ungkapan yang bertujuan untuk
melarang suatu tindakan tertentu juga diungkapkan dengan
halus pula. Apabila orang Jawa mengatakan “saru" (tabu)
atau “ora njawa", biasanya mereka yang melakukan tindakan
tertentu (salah) akan merasa "isin" (malu) dan tidak akan
mengulangi perbuatan itu lagi.
Peraturan yang mengikat dari sekelompok Masyarakat
tertentu akan membentuk suatu pola perilaku dari
seseorang. Bagaimana dia berperilaku, berpikir, bersikap
dan lain sebagainya akan merefleksikan aturan yang dibuat
Huma Betang | 47