Page 112 - Bimbingan Spiritual Logoterapi Kearifan Lokal
P. 112

Bimbingan Spiritual: Logoterapi Kearifan Lokal

                  Dari segi istilah, Majdi al-Hilali (2002: 16) menyebutkan
              bahwa hawa nafsu (al-hawa) berarti sesuatu yang nafsu
              cenderung kepadanya.  Berdasarkan pengertian singkat ini, al-
              hawa terkesan dibedakan dengan nafs, namun berhubungan
              dengannya.  Nafs memiliki kecenderungan, sementara  al-

              hawa merupakan objek atau  sasaran kecenderungan  nafs.
              Namun, kebanyakan penulis justeru menekankan hawa nafsu
              ini dalam  pengertian  nafsu  jahat,  atau  kejahatan-kejahatan
              nafsu. Sementara itu,  Yusuf Ali seringkali  menerjemahkan
              dan menafsirkan  al-hawa dalam pengertian jiwa yang
              mementingkan diri  sendiri (selfish  soul) dan kehendak
              duniawi (earthly desire atau worldly desire).
              6.  Karakteristik

                  Al-Qur’an memakai istilah al-hawa ini secara tersendiri
              sekitar 38 kali. Di bawah ini dijelaskan mengenai karakteristik
              hawa  nafsu sebagaimana  al-Qur’an  menggunakan  dan
              memaknainya, yaitu:
                 a.  Al-Qur’an  menggunakan kata  al-hawa dalam  arti
                    kosong,  Qs. 41:43  turun, Qs. 53:1  hancur, Qs. 53:53).
                    dan jurang neraka. Qs. 101:9
                b.  Hawa nafsu adalah keinginan diri atau keinginan yang
                    berasal dari diri (nafs); Qs. 2:87  juga keingainan yang
                    berasal dari lubuk  hati (fu’ad, af‘idah). Qs. 14:37 dan
                    14:43  Keinginan  dari  dalam  diri  (nafs) merupakan
                    keinginan kepada keburukan; sedangkan keinginan
                    dari lubuk hati merupakan keinginan kepada hal yang
                    positif, kecuali jika hati telah dibuat lalai oleh Allah.
                 c.  Berulang  kali  disebutkan  larangan  dan  celaan
                    mengikuti hawa nafsu (al-hawa), dan celaan yang lebih
                    keras ditujukan kepada mereka yang menyembah atau
                    mempertuhankan hawa nafsu. Larangan dan celaan ini
                    terjadi karena hawa nafsu memiliki karakter atau secara
                    relasional bertentangan dengan kebenaran, keadilan,
                    kebaikan,  petunjuk  atau  bimbingan,  iman,  dan ilmu.

                                                                  105
   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116   117