Page 236 - Bibliosufistik Pada Jalan Tuhan Memancar Kedamaian
P. 236
kurang makanan untuk kami makan. Saat anak-anak kami
bangun, apa pun yang didapat, mereka makan. Oleh karena
itu, setelah selesai salat, kami bergegas segera pulang
sebelum anak-anak kami terbangun dari tidurnya. Kami
kumpulkan kurma-kurma milik tetangga kami yang
berceceran di rumah lalu kami kembalikan kepada
pemiliknya,” ujar Abu Dujanah.
Abu Dujanah menceritakan lagi saat ia pernah merogoh
mulut anaknya sendiri karena kedapatan memakan kurma
tersebut. "Satu saat, kami agak terlambat pulang. Ada anakku
yang sudah terlanjur makan kurma hasil temuan. Mata
kepala saya sendiri menyaksikan, tampak ia sedang
mengunyah kurma basah di dalam mulutnya. Ia habis
memungut kurma yang telah jatuh di rumah kami semalam.
Mengetahui itu, lalu jari-jari tangan kami masukkan ke
mulut anakku itu. Kami keluarkan apa pun yang ada di sana.
Kami katakan, 'Nak, janganlah kau permalukan ayahmu ini di
akhirat kelak.' Anakku menangis, kedua pasang kelopak
matanya mengalirkan air karena sangat kelaparan," papar
Abu Dujanah.
Cerita Abu Dujanah kembali dilanjutkan dan
mengatakan jika ia tak rela meninggalkan harta haram dalam
perut anak-anaknya. “Wahai Rasulullah, kami katakan
kembali kepada anakku itu, 'Hingga nyawamu lepas pun, aku
tak akan rela meninggalkan harta haram dalam perutmu.
Seluruh isi perut yang haram itu, akan aku keluarkan dan
akan aku kembalikan bersama kurma-kurma yang lain
kepada pemiliknya yang berhak,” begitu ceritanya.
Mendengar cerita itu, mata Rasulullah SAW berkaca-
kaca, air matanya mulai berderai begitu deras. Rasul lantas
mencari tahu siapa sebenarnya pemilik pohon kurma yang
dimaksud Abu Dujanah.
Bibliosufistik | 223