Page 123 - Hukum Bisnis
P. 123
ketiga dalam melakukan pembuktian keberadaan suatu
persekutuan firma di antara para sekutu (firma) tersebut. Rasio
legal yang dapat penulis ikuti adalah bahwa akta autentik yang
merupakan bukti keberadaan atau eksistansi persekutuan
firma adalah dokumen internal di antara para sekutu yang
mendirikan persekutuan firma tersebut. Kehidupan dunia
usaha sehari-hari, sering kali menunjukkan bahwa tidak semua
pelaku usaha cukup cakap untuk mengerti dan merasa perlu
untuk mengetahui secara mendetail eksistensi atau
keberadaan status hukum dari perusahaan atau pelaku usaha
yang menjadi mitranya. Dengan anggapan yang demikian,
maka tentunya sulit untuk diharapkan bahwa pelaku usaha
dalam dunia bisnis, sebelum berhubungan dengan hukum dan
bertransaksi akan meminta terlebih dahulu suatu akta yang
menunjukkan eksistensi dari suatu firma. Cukup jika kenyataan
sehari-hari menunjukkan bahwa suatu pelaku usaha yang
menjadi mitranya memperkenalkan diri dan terlibat dalam
dunia usaha dengan mempergunakan suatu nama bersama
yang dikenal luas di kalangannya. Dengan berdasarkan pada
hal tersebut, undang-undang sudah memungkinkan pelaku
usaha tersebut untuk menggugat mitra usahanya yang cidera
janji sebagai suatu persekutuan firma. Jadi dalam hal ini beban
pembuktian mengenai eksistensi dari persekutuan firma dalam
dunia bisnis menjadi lebih mudah. Adalah tugas dari mitra
usahanya tersebut (yang digugat sebagai suatu persekutuan
firma) untuk membuktikan bahwa tidak ada suatu persekutuan
firma di antara para sekutunya tersebut.
Jadi jelaslah bahwa “ketiadaan akta yang demikian tidak
dapat dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga”
diperuntukkan bagi kepentingan pembuktian pihak ketiga. Bagi
sekutu dalam persekutuan firma itu sendiri, keberadaan
persekutuan firma di antara para sekutu tersebut, dalam hal
sekutu atau persekutuan firma hendak menggugat pihak ketiga
yang cidera janji terhadap persekutuan firma tersebut, hanya
dapat dibuktikan dengan akta pembentukan firma yang
autentik, yang merupakan akta notaris.
Ketentuan selanjutnya dalam pasal 23 Kitab Undang-
Undang Hukum Dagang menentukan sebagai berikut:
115