Page 69 - Belajar & Pembelajaran
P. 69
membaca bahan belajar sebelumnya; tiap membaca bahan belajar siswa
mencatat hal-hal yang sukar, catatan hal-hal yang sukar tersebut diserahkan
kepada guru. (2) Guru mempelajari hal-hal yang sukar bagi siswa. (3) Guru
memecahkan hal-hal yang sukar, dengan mencari "cara memecahkan". (4)
Guru mengajarkan "cara memecahkan" dan mendidikkan keberanian
mengatasi kesukaran. (5) Guru mengajak serta siswa mengalami dan
mengatasi kesukaran. (6) Guru memberi kesempatan kepada siswa yang
mampu memecahkan masalah untuk membantu rekan-rekannya yang
mengalami kesukaran. (7) Guru memberi penguatan kepada siswa yang
berhasil mengatasi kesukaran belajarnya sendiri. (8) Guru menghargai
pengalaman dan kemampuan siswa agar belajar secara mandiri. (Monks, 1989:
293-305: Winkel, 1991: 110-119: Joyce & Wcil, 1980: 105-129 dan 147-163).
d. Pengembangan Cita-cita dan Aspirasi Belajar
Belajar di sekolah menjadi pola umum kehidupan warga masyarakat di
Indonesia. Dewasa ini keinginan hidup lebih baik telah dimiliki oleh warga
masyarakat. Belajar telah dijadikan alat hidup. Wajib belajar selama sembilan
tahun merupakan kebutuhan hidup. Oleh karena itu warga masyarakat
mendambakan agar anak-anaknya memperoleh tempat belajar di sekolah yang
baik. Sejak usia enam tahun siswa telah memperoleh kesempatan belajar di
sekolah. Dengan belajar membaca, menulis, dan matematika di kelas rendah
SD, siswa memiliki keterampilan dasar. Dengan keterampilan dasar tersebut,
siswa dapat memuaskan rasa ingin tahunya lewat membaca, mengamati, dan
bernalar. Pemerolehan pengetahuan awal ini menimbulkan rasa percaya diri.
Keterampilan dasar "3 M" (membaca, menulis, matematika) tersebut
mempermudah dan memperluas pergaulan. Pembelajar, dengan kepercayaan
diri, bertambah kuat kemauannya untuk belajar. Ketakutan pada kebodohan
menjadi penguat kemauan, dan siswa mencoba mengembangkan keinginan
atau khayalannya menjadi sejenis cita-cita hidup. Cita-cita awalnya adalah
ingin menjadi orang baik, yang berguna dan bebas 3 B (buta aksara, buta
bahasa Indonesia, dan buta pengetahuan umum). Keterampilan dasar "3M"
telah dihayati sebagai kebutuhan vital sejak anak kecil. Pemenuhan kebutuhan
tersebut terjadi bila anak bersekolah. Keinginan bebas 3 B dihayati dalam
karang taruna, PKK, dan dasa wisma. Dengan kata lain, cita-cita untuk hidup
lebih baik telah dimasyarakatkan lewat sekolah (pendidikan dasar), karang
taruna, PKK, dan dasa wisma.
Memasyarakatkan "cita-cita untuk hidup lebih baik" tersebut akan
mempunyai pengaruh pada generasi muda. Namun pengaruh tersebut perlu
dikembangkan lebih lanjut oleh guru dan pendidik yang lain. Pengaruh yang
mendidik bersifat individual, seperti halnya dengan makanan yang bergizi.
62 | Belajar dan Pembelajaran