Page 42 - Iklim Komunikasi Organisasi
P. 42
public sphere borjuis. Sebab, tempat-tempat tersebut seringkali
dijadikan sebagai sarana berkumpul para aristokrat kerajaan.
Dimana mereka secara tatap muka berdiskusi dan berdialog dalam
kerangka kepentingan sosial yang lebih luas untuk mengubah
hubungan antara kelas aristokrat dengan kelas bisnis. Dengan
demikian, public sphere bersifat independen terhadap gereja dan
negara dan terbuka untuk semua manusia.
Apa yang ditampilkan Habermas (1989) tentang public
sphere borjuis baik Salon, Coffe House, dan Tichgesllschaften
secara filosofis dan institusional memiliki kesamaan dalam
beberapa hal. Pertama, baik Salon, Coffe House, dan
Tichgesllschaften sama-sama melihat kesetaraan sebagai manusia
dalam kontek berkomunikasi dan berbagi informasi melalui tradisi
dialog. Dalam diskusi tersebut mereka melepaskan diri dari berbagi
atribut sosial dan budaya serta kepentingan ekonomi tertentu.
Dalam arti tertentu, masing-masing mereka berfungsi sebagai
pendidik.
Kedua, diskusi dalam konteks public sphere mengandaikan
proses mempermasalahkan kawasan-kawasan atau bidang-bidang
yang ada pada masa selanjutnya tidak dipertanyakan. Masalah
tersebut adalah produk budaya (seperti kesenian dan sastra)
menjadi komoditas yang bersifat profan. Dalam konteks kritik
kesenian muncul peran baru yakni kritikus seni (yang mewakili
publik sekaligus pendidik) selanjutnya peran ini digantikan oleh
periodicals essay yang merupakan jurnal kritis dari diskusi
kelompok cafe kopi. Peran ini muncul pada abad ke-18 yang pada
saat itu muncul pandangan bahwa filosofi, kesenian, dan sastra
kritis yang dapat mencerahkan proses kehidupan.
Ketiga, sama halnya dengan proses perubahan budaya
menjadi komoditas, public sphere pada dasarnya bersifat inklusif.
Para peserta diskusi senantiasa mengaitkan dengan kepentingan
masyarakat yang lebih luas dan objek yang didiskusikan dapat
diakses oleh siapa saja. Public sphere borjuis memang
Iklim Komunikasi Organisasi 35