Page 137 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 137
Diketahui pula bahwa antara para anggotanya pasti ada unsur politik
yang tersembunyi. Agus Salim adalah salah satu darinya dan pada
mulanya ia berhasil mendapatkan pengaruh. Misalnya pada suatu rapat
umum ia memberikan pidato panjang lebar dan juga sebagai akibat dari
pidatonya, aksi Muhammadiyah diperluas ke seluruh Jawa. Namun,
kerusuhan kecil kemudian terjadi dan organisasi Muhammadiyah ini
kembali pada prinsip dasar lamanya. Selanjutnya Muhammadiyah tidak
lagi memberikan kontribusi pada kongres Serikat Islam selanjutnya.
Prestasi Muhammadiyah tidak diragukan lagi. Organisasi ini
mendirikan banyak sekolah; kadang-kadang atas kekuatannya sendiri
26
tetapi sering juga dengan bantuan pemerintah Belanda. Kurikulumnya
disesuaikan dengan sekolah pemerintah, akan tetapi pelajarannya
dalam bidang agama Islam disediakan waktu lebih banyak. Berkat
Muhammadiyah pendidikan agama diperbaharui dan diperhatikan
khususnya bagi para pemimpin guru agama dan mubaligh, yang
sebelum adanya sekolah Muhammadiyah, hanya mengikuti kursus saja.
Di Yogyakarta, sebuah sekolah guru bagi guru agama yakni Madrasah
al Mualimin didirikan. Pada 1936 sekolah ini memiliki murid sebanyak
156 orang, yang berusia dari 12 sampai 20 tahun dan berasal dari seluruh
daerah Hindia Belanda. Kekayaan dari lembaga pendidikan ini adalah
terdapat 19 bahasa yang berbeda dari seluruh pelosok Nusantara terwakili
di sana. Buku dan majalah diterbitkan. Sebuah cabang Muhammadiyah
yang bernama Taman Pustaka menerbitkan berbagai literatur tentang
Islam terutama diterbitkan tidak hanya dalam bahasa Melayu (bahasa
ummat Islam di Indonesia, tetapi juga dalam bahasa Belanda. Sebagai
contoh panduan untuk melakukan ibadah ritual atau sholat, diterbitkan
juga dalam bahasa Belanda. Selanjutnya, Muhammadiyah juga berjasa
dengan pendirian poliklinik dan panti asuhan. Perhatian pada fakir
miskin ini juga menunjukkan bahwa ada usaha untuk membagi zakat,
khususnya zaka fitra ya keperlua sela dibe panitia
26 G.F. Pijper, t.t. Studien over de geschiedenis van Islam in Nederlandsch Indonesia 1900-
1950, hlm. 104.
K.H. Ahmad Dahlan [135]