Page 186 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 186
dikaji untuk dijadikan sebagai dasar pengetahuan dalam mengembangkan
pemikiran dan praktek keagamaan. Di antara kitab-kitab yang sering ia kaji
adalah: Kitab Taukhid karangan Syekh Mohammad Abduh, Kitab Tafsir Juz
Ama karangan Syekh Mohammad Abduh, Kitab Kanzul Ulum dan Kitab
Dairotul Ma’arif karangan Farid Wajdi, Kitab Fil Bid’ah karangan Ibnu
Taimiyah, Kitab Tafsir Al Manar karangan Sayid Rasyid Ridha, Majalah Al
Urwatul Wutsqa, dan masih banyak kitab-kitab yang lain yang sering beliau
kaji (Salam, 1965: 43-44).
Muhammad Darwis menjadikan membaca sebagai sarana untuk
menambah ilmu dan dijadikan dasar dalam menjalankan praktek beragama
dalam kehidupan. Kitab-kitab yang dikaji oleh Muhammad Darwis
umumnya adalah karangan tokoh-tokoh islam pembaharu, yang nantinya
akan menjiwai dan mengilhami Muhammad Darwis dalam melakukan
dakwah dan perjuangan. Keseriusan dan ketekunannya dalam menuntut ilmu
menjadikan pengetahuan agama Muhammad Darwis dari hari ke hari terus
bertambah. Setelah pengetahuan agamanya dinilai cukup oleh gurunya,
Muhammad Darwis pulang kembali ke Yogyakarta.
Menjelang kepulangannya Muhammad Darwis menemui Imam Syafi’i
Sayid Bakri Syatha untuk mengubah nama. Tradisi pada masa itu haji yang
akan kembali ke tanah air akan menemui seorang ulama untuk memberikan
nama arab yang didepannya ditambah kata Haji sebagai pengganti nama
lamanya. Muhammad Darwis mendapatkan nama baru Haji Ahmad Dahlan
(Wainata, 1995: 40; Nugraha, 2009: 23).
Perjalanan pulang ke tanah air kembali ditempuh dengan jalur laut
dengan rute yang sama. Keluarga menyambut kedatangan Haji Ahmad
Dahlan dengan berbagai persiapan, karena mereka yang menunaikan ibadah
haji dinilai sebagai orang yang menempuh perjalanan mulia. Kedatangan
Haji Ahmad Dahlan di Stasiun Tugu disambut meriah oleh kerabat dan
masyarakat, mereka mengikuti rombongan sampai rumah penghulu untuk
mendengarkan pesan ulama Mekkah yang akan disampaikan oleh Haji
Ahmad Dahlan.
[184] K.H. Ahmad Dahlan