Page 188 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 188

ribuan orang ke tempat peristiraharatan terakhir di pemakaman Nitikan.
                       Pada 1903 Kyai Haji Ahmad Dahlan berangkat kembali ke Mekkah
                   disertai dengan anaknya Muhammad Siradj yang saat itu masih berumur
                   enam tahun. Ia menetap selama dua tahun di sana untuk memperdalam
                   pengetahuan agama. Kyai Haji Ahmad Dahlan belajar secara langsung dari
                   ulama-ulama ternama di Mekkah yang berasal dari Indonesia. Di antara guru-
                   gurunya tersebut tercatat nama Syekh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai
                   Machful dari Tremas, Kyai Muhtaram dari Banyumas, dan Kyai Asy’ari dari
                   Bawean. Selama di Mekkah Kyai Haji Ahmad Dahlan juga bersahabat karib
                   dengan Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya dan
                   Kyai Fakih dari Maskumambang (Nugraha, 2009: 24).
                       Kyai Haji Ahmad Dahlan berusaha memanfaatkan seluruh waktunya
                   untuk mempelajari gerakan-gerakan pembaharuan islam yang sedang
                   dilakukan di banyak negara. Ia belajar dan mengkaji pemikiran tokoh-tokoh
                   pembaruan seperti Jamaluddin Al-Afghani, Ibnu Taimiyah, Muhammad
                   Abduh, dan Muhammad Rasyid Ridha. Gagasan-gasan pembaharuan tersebut
                   akhirnya sampai juga ke tanah air melalui majalah-majalah yang dibawa oleh
                   jemaah haji Indonesia yang kembali dari tanah suci atau melalui penyebaran
                   jurnal-jurnal pembaharuan semacam Al Urwatul Wustqa atau   Al-Manar
                   (Shihab, 1998: 112).
                       Kyai Haji Ahmad Dahlan terpengaruh dengan gagasan-gagasan
                   pembaharuan tersebut. Secara khusus ia menemui Muhammad Abduh dan
                   Sayid Rasyid Ridla untuk mendiskusikan esensi dari gerakan pembaharuan.
                   Kyai Haji Ahmad Dahlan kemudian memperdalam pengetahuan tentang
                   gerakan pembaharuan melalui  majalah Al-Manar yang diasuh oleh Rasyid
                   Ridla dan Al-‘Urwatul Wutsqa di bawah pimpinan Jamaludin al-Afghani
                   (Damami, 2004: 81-82).

                       Kyai Haji Ahmad Dahlan mempelajari pemikiran-pemikiran pembaharuan
                   agama tidak hanya kepada ulama-ulama yang berada di Timur Tengah, ia juga
                   belajar kepada Ali Soorkati seorang ulama keturunan Sudan yang sudah lama
                   hidup di Jawa. Pertemuan  mereka menghasilkan kesepakatan bahwa Kyai



               [186]    K.H. Ahmad Dahlan
   183   184   185   186   187   188   189   190   191   192   193