Page 193 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 193
semuanya diterima oleh masyarakat. Beberapa materi yang disampaikan
berbeda dengan pengetahuan dan praktek agama yang selama ini ada dan
hidup dalam masyarakat. Misalnya tentang bacaan tahlil, bacaan qunut saat
sholat shubuh, adzan pertama sebelum sholat Jum’at, dan masih banyak
yang lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut sebenarnya hal yang mendasar,
karena hanya menyangkut cabang-cabang dalam praktek keagamaan.
Kyai Haji Ahmad Dahlan menilai praktek-praktek keagamaan yang
dilaksanakan oleh masyarakat, banyak yang menyimpang dari ajaran dan
tuntunan Nabi Muhammad. Masyarakat mencampuradukan praktek-praktek
ibadah agama Islam dengan praktek agama yang sudah ada sebelumnya,
karena itu harus segera diluruskan. Kyai Haji Ahmad Dahlan menilai apabila
penyimpangan tersebut terus dibiarkan, umat islam akan semakin jauh
melakukan penyimpangan.
Kyai Haji Ahmad Dahlan terus mendakwahkan perlunya umat Islam
meningkatkan pengetahuan agama, sehingga praktek-praktek ibadah yang
dilakukannya sesuai dengan syariat yang digariskan oleh nabi Muhammad.
Dakwah Kyai Haji Ahmad Dahlan menarik beberapa anggota masyarakat,
namun tidak sedikit pula yang menolak bahkan menganggapnya sebagai
ajaran yang sesat.
Kyai Haji Ahmad Dahlan melakukan dakwah ke seluruh lapisan
masyarakat dari tingkat bawah sampai dengan tingkat atas. Oleh karena itu,
setiap berkunjung ke daerah selalu menyempatkan waktu untuk bersilaturahmi
dengan ulama di daerah tersebut. Kesempatan ini dimanfaatkan untuk
bertukar pikiran tentang kondisi masyarakat yang masih terbelakang secara
ekonomi, sosial, dan budaya. Praktek-praktek keagamaan menyimpang yang
ada dalam masyarakat juga menjadi bahan diskusi.
Kyai Haji Ahmad Dahlan tidak hanya melakukan dakwah secara lisan,
materi dakwah yang sudah disampaikan akan dipraktekan dalam kehidupan.
Kesesuaian antara ucapan dan tindakan Kyai Haji Ahmad Dahlan, menjadi
faktor penting yang berhasil mempengaruhi masyarakat untuk mengikutinya.
Kyai Haji Ahmad Dahlan menyadarkan masyarakat tentang perlunya hidup
K.H. Ahmad Dahlan [191]