Page 187 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 187

Rumah Kyai Haji Abu Bakar juga penuh dengan tamu yang ingin
              menyambut kedatangan Haji Ahmad Dahlan. Mereka ingin mendengar cerita
              perjalanan hajinya serta minta didoakan agar diberi kesempatan pergi ke
              tanah suci. Selama beberapa hari rumah tersebut selalu penuh dengan tamu.
                 Gelar haji di depan namanya menjadikan Ahmad Dahlan semakin rendah
              hati. Ia terus menuntut ilmu ke beberapa ulama. Haji Ahmad Dahlan belajar
              ilmu fiqih dan nahwu kepada kakak iparnya Haji Muhammad Saleh dan Kyai
              Haji Muhsin, belajar ilmu falak kepada Kyai Raden Haji Dahlan, belajar
              hadist kepada Kyai Mahfudh dan Syekh Khayyat, belajar qiraah  kepada
              Syekh Amin dan Bakri Satock, belajar ilmu bisa atau racun binatang kepada
              Syekh Hasan. Di samping itu ia juga belajar kepada Kyai Haji Abdul Hamid,
              Kyai Muhammad Nur, R. Ng. Sosrosugondo, R. Wedana Dwijosewoyo dan
              Syekh M. Jamil Jambek (Hariri, 2010: 33-34).

                 Setelah merasa memiliki bekal ilmu yang cukup, Kyai Haji Abu Bakar
              menugaskan Haji Ahmad Dahlan untuk mengajar anak-anak pada siang
              hari dan sore hari bertempat di langgar ayahnya. Kegiatan  belajar orang
              dewasa tetap dipimpin oleh Kyai Haji Abu Bakar, dengan tekun Haji Ahmad
              Dahlan mengikuti kegiatan tersebut. Jika ayahnya berhalangan mengajar
              akan digantikan  oleh Haji Ahmad Dahlan. Aktivitas inilah yang kemudian
              mengantarkannya dipanggil sebagai kyai.
                 Kyai Haji Ahmad Dahlan tidak hanya memfokuskan kegiatannya untuk
              dakwah saja, Ia juga bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
              Berbekal modal uang 500 gulden dari bapaknya, Kyai Haji Ahmad Dahlan
              menekuni usaha batik dan perdagangan. Pada 1890 saat sedang berjuang
              mengembangkan usahanya,   ibundanya meninggal dunia. Oleh karena
              itu, Kyai Haji Ahmad Dahlan untuk sementara tinggal di rumah keluarga
              menemani ayahnya.

                 Pada 1896 Kyai Haji Abu Bakar meninggal dunia. Masyarakat kehilangan
              guru yang sangat dicintai, karena itu proses pemakamannya mendapat
              perhatian dan penghormatan dari masyarakat dan keraton Yogyakarta.
              Jenazah disholatkan di Masjid Gede Kauman, kemudian diantarkan oleh



                                                                   K.H. Ahmad Dahlan    [185]
   182   183   184   185   186   187   188   189   190   191   192