Page 22 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 22

Secara khusus, lembaga pendidikan Islam yang berkembang massif
                       dan secara khusus dijadikan sebaga tempat belajar adalah pesantren.
                       Berbeda dengan surau yang para muridnya umumnya adalah warga
                       sekitar dan hanya belajar pada waktu-waktu tertentu. Pesantren secara
                       khusus memang dikondisikan sebagai tempat belajar. Pada murid
                       berkumpul dan tinggal di situ, bersama dengan seorang atau beberapa
                       orang guru ngaji.
                          Mengenai asal-usul pesantren setidaknya ada dua pendapat utama.
                       Ada yang berpendapat bahwa pesantren berasal dari tradisi Islam secara
                       murni. Model pendidikan pesantren ini adalah pola pendidikan tasawuf.
                       Pola semacam ini dapat ditemukan di Timur Tengah dan Afrika Utara
                       yang disebut dengan zawiyat. Sebagian yang lain berpendapat bahwa
                       model pendidikan pesantren adalah warisan tradisi Hindu-Budha yang
                       mengalami proses islamisasi.  Hal ini dapat ditelusuri misalnya dari
                       kata “santri” sebutan untuk murid di pesantren yang berasal dari kata
                       “shastri”  (bahasa Sansakerta), atau cantrik yang merupakan sebutan
                       bagi murid dalam sistem pengajaran Hindu-Budha.
                          Ilmu-ilmu yang diajarkan di pesantren, sebagaimana telah disinggung
                       di atas, adalah khusus “ilmu-ilmu agama”. Pengajarnya umumnya satu
                       orang ulama/kiai yang kemudian dibantu oleh para murid-muridnya
                       yang telah mumpuni. Metode yang digunakan adalah sorogan  dan
                       wetonan/bandungan. Sorogan adalah metode belajar secara individual.
                       Seorang santri membawa satu kitab tertentu dan belajar langsung dengan
                       guru. Sedangkan wetonan/bandungan  adalah belajar dengan sistem
                       klasikal. Guru membacakan satu kitab dan beberapa santri menyimak.
                       (Ramayulis, 2011: 253-256).
                          Pesantren belum mengenal kurikulum dalam arti yang lebih sistematis
                       sebagiamana dalam pendidikan modern. Jenjang dan batas waktu belajar
                       misalnya tidak jelas. Semua itu lebih bergantung pada individu yang
                       belajar. Namun demikian, dalam arti yang lebih luas di sana sebenarnya





               [20]    K.H. Ahmad Dahlan
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27