Page 23 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 23

sudah ada kurikulum. Setidaknya ada daftar kitab-kitab yang biasa dikaji
                 dan pentahapan untuk mempelajarinya.

                     Menurut Karel A Steenbrink semenjak akhir abad ke-19 pengamatan
                 terhadap kurikulum pesantren sudah dilakukan misalnya oleh LWC Van
                 Den Berg (1886) seorang pakar pendidikan dari Belanda. berdasarkan
                 wawancaranya dengan para kiai, dia mengkomplikasi suatu daftar kitab-
                 kitab kuning yang masa itu dipakai di pesantren-pesantren Jawa dan
                 umunya Madura. kitab-kitab tersebut sampai sekarang pada umumnya
                 masih dipakai sebagai buku pegangan di pesantren. Kitab-kitab tersebut
                 adalah: kitab-kitab fikih, baik fikih secara umum maupun fikih ibadah,

                 tata bahasa arab, ushuludin, tasawwuf dan tafsir. Karel A. Steenbrink
                 menyimpulkan bahwa kebanyakan kitab-kitab yang dipakai di pesantren
                 masa itu hampir semuanya berasal dari zaman pertengahan dunia Islam.
                 (Ramayulis, 2011: 272-273).
                     Ada perbedaan yang mendasar antara pendidikan pesantren dengan
                 pendidikan Belanda. Pendidikan pesantren bertujuan untuk membina
                 manusia hubungannya dengan Tuhan (theosentris), sedangkan pendidikan
                 Belanda bertujuan untuk membina manusia hubungannya dengan
                 kehidupan (antroposentris). Harus diakui bahwa sistem pendidikan Barat
                 lebih handal dan sistematis. Sedangkan sistem pendidikan pesantren
                 masih bersifat tradisional. Hal inilah kemudian yang menyebabkan
                 umat Islam tertinggal terutama dalam membangun tata kehidupan yang
                 berkemajuan.
                     Pada konteks inilah kemudian  lahirlah KH. Ahmad Dahlan. Dia
                 adalah salah satu bumi putera yang mendapat kesempatan untuk belajar
                 ke luar. Di tempat belajarnya ia berinteraksi dengan tokoh-tokoh
                 pembaharuan Islam. Bekal inilah yang di kemudianhari membuatnya
                 mampu memposisikan diri secara tepat dan solutif di tengah problematika
                 yang sedang terjadi di Indonesia.







                                                                    K.H. Ahmad Dahlan    [21]
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28