Page 52 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 52

Praktik ibadah mahdlah (wajib) selama ini dilakukan dengan fokus
                   memenuhi perintah Allah dalam rangka pendekatan diri kepada-Nya,
                   sehingga kurang berfungsi bagi pemenuhan kebutuhan hidup kongkrit
                   si pelaku ibadah itu sendiri. Dimensi hablun minallah  (hubungan dengan
                   Allah) cenderung menjadi orientasi utama dengan mengabaikan dimensi
                   hablun minnas (hubungan antar sesama manusia dan lingkungan alam tempat
                   manusia hidup). Ajaran tentang “Cari dan kejarlah kehidupan akhirat (baca:
                   spiritual), tapi jangan lupa pemecahan problem kehidupan di dunia objektif”,
                   kurang menjadi perhatian.

                       Pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20, khutbah, dakwah, pengajaran,
                   dan buku-buku yang beredar lebih banyak mengeksplorasi doktrin ad-dunya
                   mazro-atul akhirat, bahwa kehidupan duniwi adalah ladang kehidupan
                   akhirat (baca: sesudah kematian), lebih diartikan dalam perspektif ad-dunya
                   sijnun lil mukminin  (kehidupan duniawi adalah penjara bagi orang-orang
                   yang beriman).  Wahyu Allah dan sunnah Rasul yang berkaitan dengan
                   masala  serupa  ya  dipaha  secara  harfia  menja  arus  utama  sosialisas
                   ajaran Islam. Ajaran kehidupan duniawi tidak lebih dari sekadar permainan,
                   fata morgana, sesuatu yang sia-sia (laibun wa lahwun atau mataa-ul ghurur),
                   sedang kehidupan yang sesugguhnya baru mulai berlangsung sesudah
                   kematia  le  dipaha  secara  harfia  menja    ya  taken for
                   granted.

                       Dalam hubungan inilah, muncul kritik bahwa dakwah, pengajian,
                   khutbah, dan juga pengajaran di bangku-bangku sekolah lebih fokus sebagai
                   “persiapan kematian” daripada “perjuangan hidup”. Ajaran Islam seolah
                   diphamai menjadi ajaran untuk mati, bukan untuk mempersiapkan diri guna
                   menghadapi dan memecahkan persoalan kehidupan.
                       Dalam pidatonya di Konggres Muhammadiyah Desember 1922, Kiai
                   Ahmad Dahlan menyatakan: “Sesugguhnya tidak ada yang lain dari maksud
                   dan kehendak manusia itu ialah menuju kepada keselamatan Dunia dan
                   Akhirat. Adapun jalan untuk mencapai maksud dan tujuan manusia tersebut
                   harus dengan mempergunakan akal yang sehat. ...Adapun akal yang sehat



               [50]    K.H. Ahmad Dahlan
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57