Page 49 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 49
Dari sini, kaum perempuan mulai bersentuhan dengan lembaga pendidikan.
Bukan hanya itu, Kiai Ahmad Dahlan juga terus berusaha menggerakkan
kaum perempuan untuk memperkuat posisi dirinya dengan suatu organisasi.
Kaum perempuan digerakkan keluar rumah untuk memperoleh
pendidikan bersamaan dengan perbaikan sosial dunia perempuan. Gerakan
perempuan itu dilakukan di saat feminisme belum menjadi gerakan utama
di Eropa dan gerakan Kartini belum muncul ke permukaan. Saat tradisi
menempatkan kaum perempuan sebagai “konco wingking”, teman belakang,
mengurus anak dan soal-soal dalam kehidupan domestik, Kiai Ahmad Dahlan
mendorong mereka mengikuti pendidikan modern.
Perkumpulan perempuan kemudian didirikan pada 1917, dan resmi
berdiri 5 Januari 1922 dengan nama A’isyiyah. Dalam daftar mubaligh (juru
dakwah), Nyai Dahlan tercatat pada nomor pertama mbuballighah (guru
ngaji perempuan), seperti suaminya Kiai Ahmad Dahlan sebagai mubaligh.
Nyai Dahlan pernah memenuhi undangan untuk sidang ulama di Solo pada
1921, tanpa disertai Kiai Dahlan. 19
Berikutnya, dikembangkan berbagai lembaga sebagai implementasi
praksis ajaran Islam, berikut pengelolaan (manajemen) secara fungsional.
Seluruhnya dimaksudkan sebagai aksi pemberdayaan kaum tertindas,
pinggiran, mustadl’ain, atau si ma’un, yang dalam bahasa kaum Marxis
lebih populer dengan sebutan kaum proletar. Tidak semata-mata bagi mereka
yang secara terbuka menyatakan memeluk agama Islam, melainkan juga bagi
keseluruhan manusia yang tergolong ke dalam si ma’un tersebut.
Gerakan pembaruan Muhammadiyah yang didirikan Kiai Ahmad Dahlan
tersebut di atas tampak kurang mendapat respon positif dari kalangan kraton.
Dukungan pada gagasan Kiai Ahmad Dahlan lebih banyak datang dari kaum
priyayi muda. Kelompok priyayi muda ini pada umumnya tergabung dalam
organisasi Sarekat Islam dan Budi Utomo. Sebagian di antara mereka juga
merupakan murid sekolah yang didirikan Kiai Ahmad Dahlan. Mereka ini di
19). Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran .... Lihat juga Abdul Munir Mulkhan, Reposisi ‘Aisyiyah
dalam Problem Gerakan Pembaru (Yogyakarta: Suara ‘Aisiyah, Edisi Th Ke-91, 5 Mei
2014), hlm 14-16.
K.H. Ahmad Dahlan [47]