Page 50 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 50
20
kemudian hari juga merangkap menjadi anggota Muhammadiyah.
Praksis sosial-budaya bagi si ma’un tersebut bisa dibaca antara lain
dari legenda pengajaran surat Al-Ma’un dan pidato dalam Konggres 1922.
Persoalan serupa juga bisa dibaca dari berbagai dokumen yang lahir pada
masa kepemimpinan Kiai Ahmad Dahlan hingga beberapa tahun sesudah
pendiri Muhammadiyah itu wafat pada Februari 1923. Dari berbagai dokumen
tersebut kita menemukan prinsip terbuka dalam keanggotaan aktivis gerakan
seperti dalam Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pertama pada
1914. Informasi serupa bisa kita baca dari dokumen yang kemudian dikenal
sebagai “Asas PKO” yang terbit pada 1924. Selain itu kita bisa membaca
teks pidato sambutan dr. Soetomo, sebagai penasehat medis, saat mewakili
Hoofd Bestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah meresmikan Rumah Sakit
(Poliklinik) yang kedua di Surabaya pada 1924.
Dalam naskah tentang prasaran PP (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah
(waktu itu Hoofd Bestur) pada Konggres Islam Cirebon tahun 1921, Kiai
Ahmad Dahlan prihatin terhadap lemahnya umat negeri ini. “Pada sekarang
itu lihatlah ke kanan kiri, begaimana hidup orang Islam. Tidak perlu
menengok negeri yang jauh-jauh, misalnya Afrika, Turki, Hindustan atau
lain-lainnya, ...Lihatlah tanah kita sendiri, yakni tanah Hindia Timur atau
tanah Jawa. Bukankah penghidupannya banyak yang susah? Bukankah
masih banyak orang yang gugon-tuhon (takhayyul) sebab belum mengerti
agama? ...Bukankah masih banyak sekali orang yang belum dapat membaca
dan menulis? ...Memang tanah Islam Hindia Timur perlu sekali mendapat
penerangan Islam, supaya terhindar dari pada kegelapan, dapat pertolongan,
supaya terhindar dari pada sengsara, naik kepada kemulaian Islam. Siapa
seharusnya, yang wajib menolong? Tiada ada yang lebih wajib menolong
lain dari pada kita orang, orang Islam di Hindia.” 21
Sebelum Kiai Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan
20). Mitsuo Nakamura, The Crescent ... hlm 56.
21). Praeadvis dari HoofdBestuur Perserikatan Muhammadiyah di Yogyakarta pada Konggres
Islam Besar di Cirebon tahun 1921; lihat Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran ... hlm 239-
240.
[48] K.H. Ahmad Dahlan