Page 59 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 59
pertolongan Muhammadiyah. Cara kerja dan prinsip-prinsip yang mendasari
kegiatan PKU tersebut menimbulkan kesan yang mendalam bagi dokter
Soetomo. Kesan tersebut bisa dibaca dari isi pidato dokter Soetomo saat
menyambut atas nama Hoofdbestuur Muhammadiyah dalam posisinya
sebagai penasehat medis. Pidato itu disampaikan dalam peresmian rumah
sakit (poliklinik) Muhammadiyah PKU yang kedua di Surabaya pada 1924.
Isi pidato sambutan tersebut, yang beberapa bagian telah dikutip dalam uraian
sebelumnya,bisa dibaca dalam uraian berikutnya tentang etika elas asih.
D. Etika Welas-Asih vs Darwinisme 30
Dalam rubrik Bentara Harian Kompas (2 Maret, 6 April, dan 1 Juni 2005)
muncul artikel Sukidi dan Robert W Hefner. Kajian utama artikel itu ialah
cara hidup dan gagasan Kiai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah yang
dikaji dalam tema Etika Protestan dalam Muhammadiyah. Kajian itu menarik
dicermati dalam perkembangan gerakan Islam dan demokratisasi di Tanah
Air.
Hasil kerja Kiai Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah-nya yang terlihat
dari beragam kegiatannya - aktivis gerakan ini menyebut berbagai ragam
kegiatan Muhammadiyah itu dengan istilah amal-usaha - oleh Hefner disebut
luar biasa, tanpa ada yang menyamai. Hubungan kerja sosial Muhammadiyah
itu, terutama pendirinya, dengan Etika Protestan, perlu dikaji lebih serius.
Demikian pula kesimpulan Sukidi pada 1 Juni 2005 di rubrik Bentara pada
Harian Kompas halaman 44 bahwa Muhammadiyah sebagai reformasi Islam
model Protestan, perlu ditelaah secara serius.
Tulisan ini bukan membantah atau menyetujui tulisan Hefner dan dua
artikel Sukidi, tapi lebih menyoroti beberapa gagasan dasar keagamaan
Ahmad Dahlan, terutama yang berhubungan dengan pembaruan sosial-
budaya yang dilakukannya dalam berbagai bentuk amal-usaha dari gerakan
30). Abdul Munir Mulkhan, Etika Welas Asih dan Reformasi Sosial Budaya Kiai Ahmad Dahlan
(Harian Kompas 01 Oktober 2005). Lihat juga Abdul Munir Mulkhan, Jejak Pembaruan
Sosial dan Kemanusiaan Kiai Ahmad Dahlan (Jakarta: Kompas, 2010), hlm 72-85.
K.H. Ahmad Dahlan [57]