Page 61 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 61
Filsafat bagi pengembangan kemampuan akal suci tersebut. Agar pengamalan
ajaran Islam bisa memecahkan berbagai problem kehidupan duniawi, umat
Islam perlu belajar pada pengalaman universal kemanusiaan dari beragam
bangsa dan kepemelukan agama. Dalam satu kesempatan Kiai Ahmad
Dahlan bahkan menyatakan kebenaran Kristiani jangan hanya dikhutbahkan
di Gereja, tapi juga perlu disampaikan melalui Masjid agar bisa dipahami
pemeluk Islam.
Seluruhnya dilakukan bagi upaya penyelamatan kehidupan duniawi
seluruh umat manusia di senatero jagad yang ketika itu dipandangnya penuh
konflik dan peperangan. Kondisi demikian merupakan akibat pemimpin
Islam enggan belajar dan memandang dirinya sendiri paling benar. Persatuan
kemanusiaan hanya mungkin jika seluruh umat manusia di dunia bersatu hati
berdasar cinta-kasih di bawah bimbingan Alquran yang dipahami dengan
akal suci.
Berdasar pandangannya tersebut Kiai Ahmad Dahlan mengembangkan
berbagai amal-usaha dengan “meniru” pengalaman sosial kaum Kristiani
di Tanah Air, terutama di daerah Yogyakarta. Amal-usaha Muhammadiyah
di bidang pendidikan dan kesehatan serta penyantunan anak-yatim, kaum
miskin, dan kepanduan itulah yang hingga kini terus meluas dan berkembang.
Dari pengalaman kaum Nasrani Kiai Ahmad Dahlan bisa belajar tentang
pengembangan kehidupan sosial dan dari tokoh pembaharu Islam, Kiai
Ahmad Dahlan lebih banyak mengambil ide rasionalisasi. Sementara ide-ide
pragmatis dan humanis yang mendasari seluruh kerja sosialnya adalah khas
dari Kiai Ahmad Dahlan sendiri.
Kiai Ahmad Dahlan, bukan seorang penguasaha batik, walaupun dalam
beberapa perjalanan dakwahnya ke berbagai daerah diberitakan membawa
dagangan. Kerja keras Kiai Dahlan bukan dilakukan untuk memperoleh
kekayaan, tapi dalam meletakkan akar fundamental gerakan Muhammadiyah.
Dalam beberapa kasus pendiri Muhammadiyah itu melelang hampir seluruh
harta-benda miliknya hingga tersisa beberapa pakaian dan perkakas dapur.
Semangat membela kaum miskin dan tertindas, serta rendahnya tingkat
K.H. Ahmad Dahlan [59]