Page 65 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 65

menjadikan dirinya sebagai murid sekaligus guru. Saat seseorang menjadi
              murid ia belajar dan menjadikan seluruh kegiatan hidupnya sebagai aktivitas
              belajar pada semua orang dalam tiap kesempatan. Ketika seseorang menjadi
              guru ia mengajar dan menyebar ilmu yang ia miliki pada siapa saja dalam
              kesempatan apa saja.
                 Selanjutnya, pengetahuan tentang kebenaran dan kebaikan bagi Ahmad
              Dahlan ialah pengetahuan yang diperoleh dari kerja akal-pikiran. Tujuan
              utama pemikiran tidak sekedar mengetahui dan memahami  kebaikan dan
              kebenaran, tapi bagaimana kebaikan dan kebenaran itu diterapkan dalam hidup
              keseharian. Pengetahuan bagi Dahlan ialah alat untuk memecahkan berbagai
              problem kehidupan umat manusia, sehingga kebenaran pengetahuan ajaran
              Islam sebagai hasil kerja akal-suci, harus bisa memecahkan dan menjawab
              berbagai problem kehidupan umat manusia. Selalu dicari hubungan antara
              kebenaran dan kebaikan ajaran Islam dengan fungsinya bagi kehidupan umat
              manusia.
                 Karena itu, pemahaman dan penemuan kebenaran dan kebaikan ajaran
              Islam tidak semata-mata diperoleh dari tafsir deduktif atas ayat-ayat dalam
              kitab suci Alquran, tapi bisa diperoleh melalui induksi pengalaman empirik
              beragam komunitas pemeluk agama lain. Dari sini pula Kiai Ahmad Dahlan
              memandang bahwa capaian keluhuran di dalam kehidupan duniawi sebagai
              jalan bagi pencapaian keluhuran kehidupan sesudah mati di alam kehidupan
              akhirat. Pandangan Ahmad Dahlan seperti demikian itu berbeda dari model
              Etika Protestan yang meletakkan keluhuran duniawi sebagai bukti dari
              keluhuran dalam kehidupan sesudah kematian atau ukhrowi tersebut.



                 D3.  Pembaruan dari Pusat Kekuasaan Jawa
              Suatu saat, Gerebeg Hari Raya yang menjadi tradisi Kraton Yogyakarta
              menurut penanggalan Jawa jatuh satu hari sesudah Hari Raya menurut hisab
              dan rukyat. Kiai Ahmad Dahlan yang seorang Khatib Masjid Besar Kauman,
              meminta menghadap Raja Jogja, ketika itu Sri Sultan Hamengkubuwono
              IX, guna menyampaikan usulan tentang perlunya memajukan acara grebeg


                                                                    K.H. Ahmad Dahlan    [63]
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70