Page 69 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 69
kegiatan ibadah Masjid Besar Kauman dikelola sesuai dengan paham
keagamaan yang berkembang di kalangan Muhammadiyah. Dukungan pihak
kerajaan terhadap langkah pembaruan yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan
merupakan salah satu kekuatan penting yang membuat Muhammadiyah terus
bekembang meluas.
Suasana sosial-politik yang melingkupi kehidupan Kiai Ahmad Dahlan
tersebut di atas relatif berbeda dengan tokoh pembaharu Islam di berbagai
belahan dunia seperti pembaharu dari Saudi Arabia, Mesir, Iran, Afghanistan,
Aljazair, Pakistan atau India. Jika para pembaharu itu banyak berhubungan
dengan pusat kebudayaan Eropa, terutama Prancis dan Inggris, Kiai Ahmad
Dahlan memperoleh pendidikan di lingkungan kerajaan, terutama dari
ayahnya sendiri sebagai seorang pejabat Kraton. Pergaulan Kiai Dahlan
dengan elite kerajaan, elite Jawa dan beberapa orang Belanda (termasuk para
pendeta dan pastur) memberi ruang lebih luas baginya menjelajahi berbagai
persoalan yang berkembang pada masanya baik di tingkat dunia global atau
nasional dan lokal.
D4. Pragmatisasi Sufi
Beberapa gagasan Kiai Ahmad Dahlan berhubungan dengan problem teologis
dan epistemologis dalam pemikiran Islam, tapi pembaruan dan reformasi
sosial-budaya yang dilakukannya lebih beroperasi pada wilayah praksis.
Sulit diperoleh data mengenai jalan pikiran Kiai Ahmad Dahlan ketika
menafsirkan surat Ali ‘Imran ayat 104 sebagai dasar dan alasan baginya
mendirikan organisasi modern sebagai instrumen dari berbagai ritual ibadah
yang difungsikan bagi pemecahan probem kehidupan manusia.
Informasi tentang jalan pikiran Kiai Ahmad Dahlan ketika menafsirkan
surat Al-Ma’un sebagai dasar inovasi kreatifnya dalam berbagai aksi
pemberdayaan yatim-piatu, anak gelandangan dan jalanan, kaum terlantar
dan korban perang. Pemberdayaan kaum perempuan dalam dunia pendidikan
dan ruang publik ketika gerakan Feminisme belum muncul di Eropa lebih
didasari pertimbangan pragmatis mengenai peran perempuan di dalam
kehidupan sosial dalam lingkungan keluarga dan masyarakat luas.
K.H. Ahmad Dahlan [67]