Page 73 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 73

hanya bisa  dirujukkan pada gagasan Abduh, Rasyid Ridla, dan Afghani,
              apalagi dengan kaum Wahabi. Kiai Dahlan tidak sekalipun menyebut kosa-
              kata  puritan  dan  salafi  di  dalam  seluruh  gagasan  dan  kerja  pembaruan
              sosial-budaya yang dilakukannya. Hanya dalam generasi pasca Kiai Dahlan,
              kedua kosa kata itu mulai dikenal. Rasionalitas pemahaman dan praktik
              ritual mungkin diambil dari tokoh pembaharu Islam tersebut. Tapi, inovasi
              kreatif pragmatis dan fungsional dalam bentuk rumah sakit, sekolah modern,
              pemihakan pada kaum tertindas, banyak diambil dari pengalaman kaum
              Kristiani di Tanah Air, selain dari pengalaman elite priayi Jawa yang sudah
              berkembang bersama masuknya kolonialisme Belanda, Inggris atau Portugis
              ke negeri ini.
                 Sulit dicari contohnya dalam sejarah Islam atau pemikiran Islam ketika
              Kiai Ahmad Dahlan mendirikan organisasi beserta inovasi kreatifnya tentang
              berbagai model pemberdayaan kaum perempuan, kaum proletar dan tertindas
              (mustadl’afin) melalui lembaga rumah sakit, pondok penampungan gelandangan,
              kaum terlantar, dan korban perang. Berbagai bentuk pemberdayaan perempuan
              dan kaum proletar yang dilakukan Kiai Ahmad Dahlan itu lebih terinspirasi dari
              pergaulannya dengan elite Kerajaan, priyayi Jawa, pejabat Kerajaan Belanda,
              Pendeta dan Pastur. Sayang model gerakan yang belakangan populer di
              kalangan aktivis LSM itu kini tampak semakin terasing dari aktivis dan kegiatan
              Muhammadiyah, ketika gerakan ini tumbuh besar. Kiai Ahmad Dahlan sendiri
              ketika itu adalah salah seorang punggawa (pejabat) Kerajaan Yogjakarta tanpa
              pendidikan formal, tapi bergaul dengan berbagai kalangan luas dari elite Jawa
              hingga pejabat kolonial, pendeta dan pastur.



                 D5. Wasiat Humanisasi Islam
              Dalam usia satu abad (lahir pada 1912), adalah penting bagi aktivis
              Muhammadiyah mengkaji kembali peran pembaruan sosial-budaya yang
              dilakukan pendirinya di tengah perkembangan peradaban global yang masih
              menyisakan problem ketidakadilan dan kemiskinan. Hidup sehat, partisipasi
              dalam pendidikan modern, dan pengelolalan kegiatan ritual dengan jasa



                                                                    K.H. Ahmad Dahlan    [71]
   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78