Page 78 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 78

pemberian label bagi gerakan yang dirintis Kiai Ahmad Dahlan didukung
                   oleh sejumlah bukti ilmiah.

                       Etika Guru-Murid. Kiai Ahmad Dahlan terus menerus mendorong
                   masyarakat, umat dan warga Muhammadiyah untuk belajar kepada siapa
                   saja, di mana saja, dalam situasi apa saja. Hasil belajar itu bukan hanya harus
                   dipraktikkan, tapi wajib disebarkan kepada siapa saja, di mana saja, dengan
                   kemampuan dan peralatan yang dimiliki. Dari sini gagasan dan gerakan Kiai
                   Ahmad Dahlan bisa disebut sebagai Etika Guru-Murid.
                       Etika Profetis. Terma ini bisa dipertimbangkan ketika gerakan ini
                   sekurangnya pada masa Kiai Ahmad Dahlan begitu peduli  membela dan
                   menyantuni kaum terpinggir dan menderita serta miskin. Hampir seluruh
                   kerja sosial Muhammadiyah pada periode awal didasari semangat profetis
                   tersebut. Rumah Sakit, Panti Asuhan Yatim Piatu, Rumah Miskin, Rumah
                   Anak Jalanan, Rumah Kaum Terlantar, Pendidikan, merupakan pelembagaan
                   bagi kerja penyantunan, pemeliharaan, dan pemberdayaan kaum tertindas.

                       Etika Al-Ma’un. Sementara pihak menyebut kerja sosial dan semangat
                   membela kaum tertindas itu diberi label Etika Al-Ma’un yang selain
                   memunculkan keberpihakan profetis juga rasa bertanggungjawab (amanah)
                   dalam mengelola kedermawanan publik.
                       Kerja sosial yang bersumber dari tafsir surat Al-Ma’un yang mendorong
                   kedermawanan publik bisa juga karena itu disebut sebagai Etika Philantropi.
                   Kiai Ahmad Dahlan sendiri menunjukkan bagaimana pengorbanan harta
                   yang dimiliki hingga ia lebih tepat disebut jatuh miskin karena itu.
                       Etika Kebudayaan. Di sisi lain, pengembangan amal-usaha (kerja sosial)
                   yang merupakan kritik atas keyakinan takdir fatalis dengan keyakinan atas
                   perubahan nasib melalui kerja kreatif. Rumah Sakit didirikan bukan hanya
                   berfungsi pengobatan tapi sekaligus sebagai kritik keyakinan tentang takdir
                   sakit, demikian pula takdir nasib dikritik melalui pendidikan dan berbagai
                   kerja sosial profetis. Dari ini boleh jadi Muhammadiyah periode awal bisa
                   disebut sebagai Etika Kebudayaan atau bisa juga diberi label sebagai Etika
                   Pembebasan.


               [76]    K.H. Ahmad Dahlan
   73   74   75   76   77   78   79   80   81   82   83