Page 76 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 76
yang dicapai diabdikan bagi kesejahteraan dan keselamatan orang lain dan
seluruh umat manusia serta bangsa-bangsa di dunia.
Gagasan dan cara hidup Kiai Ahmad Dahlan selanjutnya bisa dikaji dari
saat-saat akhir hidup dan pesan-pesan terakhir beberapa saat sebelum wafat
seperti berikut ini. (a). “Mengapa engkau begitu semangat saat mendirikan
rumahmu agar cepat selesai, sedang gedung untuk keperluan persyarikatan
Muhammadiyah tidak engkau perhatikan dan tidak segera diselesaikan?”
(b) “Hendaklah tiap orang membelanjakan harta dan kekayaan yang masih
dikuasai bagi kepentingan umat sebelum kehilangan kekuasaan atas harta
dan kekayaannya.” (c). Kiai sering meminjam uang bukan bagi kepentingan
hidupnya, tapi bagi pembiayaan membangun gedung sekolah. (d). Ketika
Kia kafi karena mempergunaka peralata mode dala mengajar,
ia meminta pengkritiknya berjalan kaki saat berpergian dan tidak naik kereta
api atau mobil umum. (e). Ketika mendengar seorang aktivis Muhammadiyah
beberapa hari tidak ikut rapat akibat sibuk ngurusi anaknya, Kiai berucap bahwa
anak itu nanti akan diambil Tuhan agar tidak menghalangi kerja sosialnya.
Di tengah-tengah Konggres 1922 sesudah acara pemilihan ketua yang
menetapkan Kiai Ahmad Dahlan sebagai Presiden HB Muhammadiyah,
Kiai jatuh sakit dan tidak bisa menghadiri beberapa sidang, ia berpesan: (a).
“Tidak perlu kecil hati tidak memperoleh kesempatan berbicara dalam sebuah
persidangan, karena yang penting bukan berbicara, tapi berbuat atau bekerja.
Karena itu semua warga Muhammadiyah harus berbuat semampu dan sebisa
mungkin”. Beberapa hari sebelum wafat, ia berkata: (b) “Aku sudah tua, berusia
lanjut, kekuatanku sudah sangat terbatas. Tapi, aku memaksa diri memenuhi
kewajiban beramal, bekerja, dan berjuang menegakkan dan menjunjung tinggi
perintah Tuhan. Aku sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa memperbaiki
urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau diselewengkan adalah
kewajiban tiap manusia, terutama umat Islam.” (c) Kiai Ahmad Dahlan
menolak beristirahat untuk kesembuhannya, baginya kematian sudah dekat
sehingga tidak boleh berhenti bekerja, bahkan harus bekerja keras, karena jika
lambat, gerakan yang telah ia rintih akan gagal dan mati di tengah jalan.
[74] K.H. Ahmad Dahlan