Page 80 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 80
dasar kemanusiaan yang menjadi kekuatan inti gerakan Muhammadiyah,
sehingga bisa bertahan hingga satu abad, dan terus mengembangkan sayap
AUM-nya ke seluruh pelosok Nusantara. Tidak hanya terbatas di komunitas
Muslim, bahkan di NTT dan Papua, pengelola dan pengguna jasa AUM
adalah warga yang mayoritas beragama selain Islam. Pertanyaan yang kini
mengusik setelah memasuki abad keduanya ialah bagaimana atau bisakah
gerakan ini Muhammadiyah mengembangkan AUM bagi kepentigan bangsa
dan kemanusiaan yang lebih universal.
E1. Kebersamaan
Muhammadiyah sejak mula didirikan pada 1912, konsisten berjuang
membangun masyarakat Nusantara berbasis pada nilai kebersamaan
(taawwun) atau gotong royong dan kesukarelaan. Berdasar kepentingan
bersama (jamaah), aktivis dan pengikut gerakan ini mengembangkan amal
usaha Muhammadiyah (AUM). Bentuk-bentuk AUM itu antara lain berupa:
lembaga pendidikan, rumah sakit dan balai kesehatan, panti asuhan yatim
piatu, tempat ibadah (masjid dan musolla), penelitian tentang kehidupan
sosial dan privat keseharian menurut syariat, dan dakwah pengembangan
masyarakat berbasis jamaah (community development).
Sumber pembiayaan AUM tersebut ditanggung bersama aktivis dan
pengikut, baik terdaftar sebagai anggota atau simpatisan, yang terkonsolidasi
melalui jamaah. Tahun 1970-an, Muhammadiyah merumuskan pola kegiatan
AUM itu ke dalam gagasan yang waktu itu disebut Gerakan Jamaah dan
Dakwah Jamaah. Melalui gagasan tersebut, setiap kelompok aktivis bersama
pengikut (baik anggota terdaftar atau bukan) dikonsolidasikan ke dalam
suatu jamaah berdasar tempat tinggal, baik di pedesaan atau pun perkotaan.
Sasaran utama kegiatan jamaah ialah memecahkan problem sosial-ekonomi
yang dihadapi anggota jamaah atau masyarakat yang tinggal dan hidup di
sekitar tempat tinggal jamaah.
Kelompok jamaah tersebut tidak berada dalam jaringan struktur
organisasi, melainkan lebih sebagai kekompok suka-rela. Ikatan dengan
[78] K.H. Ahmad Dahlan