Page 82 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 82

Malang dengan jumlah mahasiswa di atas 20.000 mahasiswa. Sementara
                   mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, Palembang, Jakarta
                   (dua PTM), dan Yogyakarta (dua PTM), berkisar di atas 15.000 mahasiswa.



                       E2. Profesional tanpa pamrih
                   Pengelolaan secara profesional dengan sistem penggajian berbasis
                   kesukarelaan, bukan mencari kekayaan, merupakan basis nilai yang selama ini
                   berhasil memelihara ikatan jamaah taawwuni (kesadaran kolektif kepentingan
                   bersama). Dari sinilah, pengelola AUM diseleksi berdasar komitmen pada
                   nilai kesukarelaan tersebut bersama komitmen pada kepentingan bersama.
                   Penggantian layanan jasa, bukan gaji, yang mungkin terbilang rendah jika
                   dibanding lembaga serupa, ternyata tidak mendorong pengelola AUM
                   tersebut untuk melakukan korupsi. Sampai hari ini tidak  diketemukan
                   kasus korupsi dalam pengelolaan AUM, meskipun Rektor, Direktur, Kepala
                   Sekolah tersebut bisa dibilang sebagai “raja tanpa mahkota”, karena sebagai
                   penguasa tunggal yang bebas mengelola dana yang terkumpul secara suka-
                   rela dan gotong royong yang jumlahnya bisa mencapai ratusan milyar.

                       Bagi orang luar mungkin terasa aneh, hubungan kerja antara pimpinan
                   Muhammadiyah dan pengelola  AUM. Sementara pengelola AUM, sebagai
                   rektor, kepala sekolah, atau direktur rumah sakit menerima imbalan sebagai
                   balasan atas jasa layanan sosialnya, yang mengangkat rektor, kepala sekolah,
                   dan direktur rumah sakit tersebut justru tidak menerima imbalan atau balas
                   jasa dan honorarium. Sudah sewajarnya jika yang mengangkat rektor, kepala
                   sekolah, dan direktur rumah sakit itu juga menerima imbalan atas jasa layanan
                   sosial yang diberikan. Usulan untuk memberi imbalan bagi pimpinan gerakan
                   itu pernah muncul tahun 1990-an, namun justru ditolak secara aklamasi oleh
                   pimpinan yang akan menerima imbalan tersebut. Salah satu pertimbangan
                   yang muncul ialah jika pimpinan gerakan juga menerima imbalan, maka
                   dana yang terkumpul secara sukarela dan gotong royong itu akan habis tanpa
                   sempat dipergunakan untuk kepentingan pengembangan AUM.

                       Soalnya kemudian ialah bagaimana memelihara nilai kesukarelaan di


               [80]    K.H. Ahmad Dahlan
   77   78   79   80   81   82   83   84   85   86   87