Page 84 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 84
Islam, antara Gerakan Wahabi dengan Kerajaan Turki, sebelum kesultanan
terakhir Islam ini roboh. Kawasan Nusantara berada dalam cengkeraman
kekuasaa kolonia ditenga konfl anta kerajaa Isla Sementara jeja
Perang Diponegoro amat terasa, kemiskinan meluas dalam suasana rasa
putus asa publik umat. Seluruhnya beriring dengan tumbuhnya kesadaran
kebangsaan dan nasionalisme yang meluas.
Dalam suasana kekacauan sosial-budaya-politik dan religi di atas, Kiai
Ahmad Dahlan membangun tradisi besar gerakan sosial Islam dan amal
saleh. Suatu model ritual pendekatan diri pada Tuhan, bukan sekedar melalui
ritual formal solat, puasa, haji, dan zakat, melainkan melalui pemberdayaan
warga bangsa yang menderita dan tertindas. Dari sini dikembangkan zakat
mal dan zakat fitrah bagi anak yatim dan fakir miskin, dibagikan daging
korban bagi mereka yang menderita, dibangun panti asuhan, rumah sakit dan
sekolah secara gratis bagi generasi baru agar punya akses pada modernitas.
Beragam kegiatan pemberdayaan umat di atas, didukung gerakan
kedermawana ata fila gagasa Kia Dahla sebaga realisas
“ta’awanu ‘alal birri wa al-taqwa” (kerjasama kebaikan pemenuhan
ketaatan pada Tuhan). Melalui cara demikian, orang Islam bekerjasama
menyumbangkan sebagian hartanya di luar kewajiban zakat, menyumbangkan
tenaga, kesempatan atau kewewenangan bagi pemberdayaan umat melalui
rumah sakit, sekolah, dan kursus ketrampilan.
Kiai Ahmad Dahlan, priyayi (abdi dalem kraton), mendakwahkan
meneladani bagaimana mengumpulkan dan membagi harta (sedekah, infaq,
fitrah, zakat, korban) bagi kepentingan umum, sekolah dan rumah sakit. Panti
yatim dibangun dikelola dengan managemen modern. Tujuannya agar seluruh
lapisan umat memahami langsung ajaran agamanya. Alquran diterjemahkan,
khutbah, pengajian atau cemarah agama diselenggarakan di tempat umum,
di kampung, di pasar, dan di pinggir jalan. Melalui Gubernur Jendral, Kiai
Ahmad Dahlan mengusulkan membangun musolla, tempat ibadah di tempat
umum; stasiun kereta, pasar, dan terminal bus.
Tidak ketinggalan, digerakkan kaum perempuan ke ruang publik bagi
pencerdasan dan kedermawanan. Kaum perempuan dihalau keluar rumah
[82] K.H. Ahmad Dahlan