Page 89 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 89
G. Membangun Infrastruktur Kebangsaan 38
Dalam satu abad kiprahnya, Muhammadiyah telah meletakkan infrastruktur
kebangsaan modern religius madani berkeadaban. Sejak berdiri pada 1912,
gerakan ini terus mengembangkan aksi penyadaran sosial-kemanusiaan di
bidang kesehatan, pendidikan, solidaritas kolektif berorganisasi (jamaah),
kemandirian kolektif (taawun), sebagai embrio kesadaran berbangsa. Jauh
sebelum kemerdekaan, bahkan sebelum perang kemerdekaan, saat gagasan
kebangsaan baru sebatas impian, gerakan ini mempelopori penggunaan
bahasa lokal (Jawa dan Melayu) menggantikan bahasa asing (Belanda,
Inggris, dan Arab) bagi nama-nama organ dan kegiatannya. Dari sini di
kemudian hari mulai muncul kesadaran kebangsaan tentang kesatuan kolektif
sebagai bangsa.
Dalam pidato konggres pada 1922, kiai Ahmad Dahlan beberapa kali
menyebut nilai sebuah bangsa yang hanya mungkin terbentuk jika didasari
kesatuan hati. 39 Basis epistemologi kesatuan kolektif dan aksi sosial-
kemanusiaan itu ialah apa yang dikenal sebagai kesadaran ketuhanan, yang
lebih kita kenal sebagai iman dalam praktik agama. Karena itu, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa Muhammadiyah lebih dulu tampil sebagai
gerakan sosial dan kebudayaan, baru kemudian memperkokoh diri dengan
basis ketuhanan (baca: agama). 40
Semula gagasan gerakan ini tentang pendidikan, kesehatan, aksi
38). Abdul Munir Mulkhan, Peran Kebangsaan Muhammadiyah: Membangun Infrastruktur
Kebangsaan (Yogyakarta, Majlis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, 2915) (draft
Bab XII Buku AIK Untuk Perguruan Tinggi Muhammadiyah). Naskah ini semula
disusun dan disampaikan dalam acara Diskusi Publik “Muhammadiyah dan Masalah-
Masalah Kebangsaan: Negosiasi antara Kultur dan Struktur” dengan sub-tema “Relasi
Muhammadiyah dan Kebudayaan: Revitalisasi Dakwah Kultural Muhammadiyah”
diselenggarakan Lembaga Penelitian dan Pengembangan PW Muhammadiyah Sulsel
bekerjasama dengan Forum Cendekiawan Muhammadiyah pada tanggal 29 Juni 2013 di
Auditorium Universitas Muhammadiyah Makassar (karena berbagai alasan acara tersebut
batal dilaksanakan).
39). Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran K.H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah dalam
Perspektif Perubahan Sosial (Jakarta: Bumi Aksara, 1990), hlm 223-243.
40). Siti Ruhaini Dzuhayatin, Rezim Gender Muhammadiyah; Kontekstasi Identitas dan
Kepentingan Eksistensi (Yogyakarta: Sekolah Pascasarjana UGM, 2011).
K.H. Ahmad Dahlan [87]