Page 93 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 93

dakwah yang tidak terbatas menyasar koginsi publik, melainkan juga melatih
              kecakapan hidup sosial, ekonomi, budaya, dan politik.

                 Setelah satu abad gerakan ini berkarya, saat tradisi sosio-ritual yang
              dulu dipelopori  sudah diterima publik, dakwah perlu dikemas secara baru
              sesuai tingkat kehidupan sosial-ekonomi-budaya warga negeri ini dan
              warga dunia. Penduduk negeri ini secara kultural adalah pengikut kultural
              Muhammadiyah, meskipun secara sosial “anti gerakan ini”. Tidak ada lagi
              warga negeri ini yang menolak sekolah dan pengobatan modern. Secara suka
              rela mereka membagi fitrah bagi fakir miskin, juga daging korban.

                 Kini publik sudah terbiasa membiayai kepentingan sosial dari zakat,
              infa  da  sodaqa  (zis  ya  dimasa  la  ditenta  ZIS  (baca  fila

              atau kedermawanan sosial) sudah merupakan salah satu sumber penting
              pembiayaan sosial dan ekonomi umat. Soalnya kemudian ialah bagaimana
              mengembangkan tradisi sosio-ritual itu bagi pemecahan problem sosial-
              ekonomi umat. Karena itu dakwah harus menyasar kecakapan sosial-ekonimi
              umat yang menempatkan filantropi sebagai salah satu sumber pembiayaan.
                 Kegiatan dakwah tidak lagi terbatas menjadi tanggungjawab lembaga
              tabligh (majlis dan bagian), melainkan juga menjadi tanggungjawab seluruh
              organ gerakan. Dari sini gagasan dasar dakwah jamaah dan gerakan jamaah
              dikembangkan guna memenuhi kebutuhan dakwah kontemporer tersebut.
              Dalam perspektif dakwah jamaah dan gerakan jamaah, aktivis gerakan
              ditempatkan sebagai inti penggerak dinamika dakwah kecakapan hidup.
                 Selama ini aktivis gerakan terbatas dipahami sebagai anggota
              persyarikatan, terutama pimpinan, yang setiap lima tahun sekali berganti
              posisi. Akibatnya, berbagai kegiatan dakwah perlu disegarkan kembali dalam
              durasi lima tahunan saat pergantian pimpinan persyarikatan dengan seluruh
              majlis dan bagiannya. Sementara pengelola amal usaha Muhammadiyah
              (AUM) dengan tingkat kontinuitas lebih kurang sepanjang  hayat, hingga
              pensiun, setiap  hari terlibat kegiatan persyarikatan yang terbatas dalam
              spesifikas  bida  AUM  sekola  kesehata  pa  asuha  da  pergurua
              tinggi, justru lebih banyak ditempatkan sebagai obyek dakwah.



                                                                    K.H. Ahmad Dahlan    [91]
   88   89   90   91   92   93   94   95   96   97   98