Page 75 - K.H. Ahmad Dahlan (1868-1923)
P. 75
kekalahan partai-partai Islam di dalam kehidupan nasional sulit dipahami
sebagai kesalahan strategi pemenangan dalam pemilihan umum. Aktivis
gerakan Islam lebih melihat kekalahan partai-partai Islam itu sebagai konspirasi
jahat pihak anti Islam atau sebagai bentuk ujian Tuhan dalam takdir-Nya.
Mereka memandang 88 % penduduk negeri ini yang memeluk Islam
merupakan kekuatan riil yang otomatis mendukung partai Islam. Peng-kudus-
an ajaran Islam lebih banyak mendorong orientasi ke luar (other-worldly)
bukan dunia di sini dan sekarang (this-worldly). Cara pandang demikian
terlihat dari kritik terhadap kategorisasi Clifford Geertz tentang tiga varian
keagamaan Jawa yaitu: santri, abangan, priayi, sebagai cara memecah-
belah umat Islam. Demikian pula gerakan demokrasi dan globalisasi berikut
kapitalisme mereka pandanmg sebagai cara negeri-negeri Barat Kristen dan
Yahudi itu melakukan penjajahan terhadap negeri-negeri Muslim. Mereka
memakai jasa iptek yang lahir dari dunia Barat, tapi tindakan itu dikecam
sebagai penistaan atas Islam itu sendiri.
Karena itu, pandangan Kiai Ahmad Dahlan tentang kesesuaian natural
tafsir atas Alquran dan iptek merupakan gagasan penting yang perlu dikaji
ulang untuk mencari nilai dan relevansinya tentang peran Muhammadiyah
di tengah kompetisi yang semakin sengit di tengah perluasan demokratisasi
di Tanah Air dan peradaban global. Manusia sendiri yang bertanggungjawab
terhadap nasibnya di dunia yang bisa dipahami dengan akal dan hati suci, dan
bagi kepentingannya sendiri segala bentuk praktik ritual Islam. Kuncinya
ialah pengembangan iptek yang diabdikan bagi kemajuan, kesejahteraan,
dan kesatuan hidup manusia di seluruh jagad ini. Akal dan hati suci akan
menuntun manusia bekerja keras mencapai keluhuran hidup duniawi sebagai
tahap pencapaian keluhuran hidup sesudah mati.
Dari berbagai gagasan Kiai Ahmad Dahlan dan kerja sosialnya bisa
dipahami bagaimana ia menempatkan keluhuran hidup duniawi dalam
struktur hierarkis dari keluhuran hidup sesudah mati. Inilah akar teologis
seseorang dan suatu bangsa agar bisa menjadikan kemajuan dan kemakmuran
K.H. Ahmad Dahlan [73]